– Puluhan Warga Mengadu ke Kantor Bupati
Peliput: Anton – Editor: La Ode Adrian
LABUNGKARI, BP – Puluhan warga Desa Madongka Kecamatan Lakudo Kabupaten Buton Tengah yang menamakan diri Forum Rakyat Menggugat Buton Tengah (FRM Buteng), mendatangi Kantor Bupati Buteng Pada Senin (24/07), untuk menyampaikan aspirasi terkait keresahan dan dugaan pungli yang dilakukan Kepala Desa Madongka.
Puluhan warga diterima oleh Wakil Bupati Buton Tengah Kapten (Purn) La Ntau, didampingi Asisten I Setda Buteng La Saripi SSos, Kadis DPMD Arsidik Patola SPd MMPub, Kabag Tata Kelola Administrasi dan Pemerintahan Ismail Rewa SSTP MSi, Kabag Umum Humas dan Protokoler Dr Aris Mahmud MSi, Sekretaris Badan Inspektorat La Umbo SE.
Dalam ruang rapat, Kabag Administrasi Pemerintahan Ismail Rewa SSTP MSi menanggapi bahwa, pihaknya siap untuk menelusuri lebih lanjut terkait aduan tersebut.
“Belum bisa kita katakan pungli selama kita belum lakukan konfirmasi dengan BPN, karena program Prona ini gaweannya BPN (Badan Pertanahan Nasional). Tugas BPD selain masalah budged, anggaran, maka salah satunya adalah menampung aspirasi masyarakat, namun bila masyarakat yang ingin menyampaikan aspirasi ke Pemerintah Daerah harus ada surat resmi dari BPD, karena sistem kerja pemerintahan itu punya mekanisme,” ucapnya.
Sedangkan Wakil Bupati Buton Tengah La Ntau, menjelaskan aturan dan mekanisme pengurusan Prona, dan hal tersebut dianggap telah diterapkan.
“Saya sudah panggil Kepala Pertanahan Buteng, memang sebenarnya pengurusannya itu gratis, tapi dengan catatan pemilik lahan bikin patok sendiri, mengukur sendiri luas lahannya, namun kalau mau harap jadi, patoknya disiapkan, lahannya di ukurkan, maka pengurusan prona itu masyarakat membayar Rp 350 ribu,” tutupnya.
Untuk diketahui, Kepada Baubau Post sebelumnya korlap FRM Buteng Harianto mengatakan, permasalahan yang sangat krusial terjadi di Desa Madongka, dimana diduga ada indikasi pungutan liar dalam kepengurusan Prona Tahun 2012.
“Dalam proses kepengurusan sertifikat prona, ada sebagian warga mengaku dimintai Rp 350 ribu, kemudian ada sebagian warga juga mengaku membayar sampai Rp 1,6 juta,” katanya.
Dijelaskan, permasalahan lainnya yang terjadi, yakni adanya indikasi penyalahgunaan penggunaan Dana Desa Tahun 2015 dan 2016, dimana pada 2015 Dana Desa digunakan untuk membayar honor Kepala Desa, BPD, dan perangkat Desa. Selain itu, terkait adanya persoalan surat pernyataan di tahun 2013 yang menyebutkan pihak Pemerintah Desa Madongka mengambil pasir, yang nantinya akan digantikan dengan batu gunung.
“Dalam surat pernyataan itu dia menyatakan bahwa dalam pengambilan pasir itu nanti akan digantikan dengan batu gunung, namun sampai detik ini lubang tersebut belum tertimbun, maka kemudian masyarakat sangat resah dan gelisah terhadap tindakan yang dilakukan Pemerintah Desa,” ulasnya.
Bahkan kini, sebagian warga Desa Madongka sudah menyatakan mosi dengan tidak mempercayai Pemerintah Desa Madongka hari ini.
“Dengan tindakan-tindakan atau sikap-sikap yang meresahkan masyarakat, maka harapan kami dia (Kades Madongka) harus di nonaktifkan dari jabatannya,” paparnya.(*)

