Site icon BAUBAUPOST.COM

Santiago, Ritual Penghormatan Jasa Leluhur

F01.4 Wali Kota Baubau berjalan bersama unsur pimpinan daerah lainnya berjalan menuju makam Sultan Murhum dalam ritual Santiago

Wali Kota Baubau berjalan bersama unsur pimpinan daerah lainnya berjalan menuju makam Sultan Murhum dalam ritual Santiago

Liputan: Arianto

Santiago, merupakan salah satu tradisi yang dilakukan unsur pemerintah daerah maupun Forkopimda mengunjungi makam Sultan Murhum di kompleks Keraton Buton. Prosesi ini biasanya menjadi salah satu rangkaian dalam kegiatan akbar Hari Ulang Tahun (HUT) Kota Baubau.

Menurut Wali Kota Baubau, AS Tamrin Santiago merupakan ritual menyiram kubur pahlawan yang telah tiada. Hal itu diyakini sebagai bentuk penghormatan masyarakat kepada jasa para leluhur yang membangun Kota Baubau, hingga kesejahteraan masyarakat dapat terimbas sampai saat ini.

“Ritual itu adalah penghargaan kita kepada Tuhan, termaksud leluhur kita yang meletakan dasar-dasar keberadaan kota Baubau,” jelasnya.

Meski ada beberapa kalangan yang menilai ritual Santiago sebagai kegiatan syirik, karena terkesan menyembah kuburan, hal ini dibantahnya.

Menyiram kubur ialah ritual mengirim doa kepada para leluhur. Sehingga segala rahmat dari sang pencipta dapat terlimpahkan kepada mereka yang terdahulu. Kegiatan itu juga dilakukan dengan cara islam, yaitu dengan menggunakan perangkat masjid sebagai landasannya.

“Intinya, kita menyiram dengan perangkat masjid jadi jangan disalah tafsirkan keyakinan kita,” ungkapnya.

Dalam pelaksanaannya, ada yang berbeda dari Santiago dengan ziarah kubur pada umumnya. Prosesinya cukup panjang dibandingkan ziarah makam lainnya.

Mengutip rilis Diskominfo, Wali Kota Baubau sebagai pemimpin daerah bersama segenap unsur pimpinan lainnya, memulai perjalanan ziarah dari Kamali Kara atau kawasan kediaman sultan masa lalu di Buton. Yang unik selama perjalanan menuju Baruga Keraton Buton, para pemimpin daerah dikawal oleh penari kesultanan Buton membawakan tari Mangaru. Tidak terkecuali para penari, para unsur pimpinan daerah juga menggunakan baju kebesaran khas Buton.

Dari Baruga Keraton Buton, selanjutnya menuju Makam Sultan Murhum yang jaraknya tidak terlalu jauh dari Baruga. Pengawal dari pasukan penari Mangaru ini baru berhenti menjalankan aktivitasnya ketika para pemimpin daerah itu, sudah memasuki areal makam Murhum.

Usai prosesi nyekar, umumnya juga mengunjungi ‘batu yi gandangi’ atau orang Buton umumnya menyebut sebagai Batu Wolio. Tak ada prosesi lebih di sana.

Istilah batu Yigandangi dikenal, karena batu ini menjadi tempat menabuh atau membunyikan gendang menjelang pelantikan raja atau Sultan di masa lalu.

Seorang penyimpan naskah-naskah Buton, Al Mujazi Mulku Zahari menuturkan bila Batu Wolio merupakan batu peninggalan Kesultanan Buton yang dipercaya masyarakat sebagai tempat pertama kali ditemukan Putri Wakaka oleh Tentara Kubilai Khan. Batu tersebut juga dijadikan tempat pertama kali putri Wakaka diangkat menjadi Raja Pertama di Pulau Buton. Batu ini juga biasa disebut juga batu Yi Gandangi karena di batu Wolio ini dibunyikan gendang menjelang pelatikan raja atau sultan.

Sehari sebelum sultan dilantik, empat orang Bonto Siolimbona mengambil air di tempat yang dianggap suci lalu memasukkannya ke dalam ruas bambu sebanyak tujuh ruas. Air suci tersebut kemudian ditempatkan di atas batu Wolio. Berkait istilah ‘Santiago’ tidak banyak pendapat yang menjelaskannya secara detail, dari mana asal usul kata ini. Namun prosesi ini umumnya berjalan sekitar dua jam lamanya dari awal hingga akhir. (#)

This website uses cookies.

This website uses cookies.

Exit mobile version