Peliput : Amirul
BATAUGA,BP-Sedikitnya puluhan warga Siompu mendatangi kantor Bupati Buton Selatan guna menuntut janji Plt Bupati Busel H La Ode Arusani atas pernyataannya akan mengganti perahu yang dirusaki akibat konflik oleh oknum warga Siompu Barat sekaligus diberi kompensasi sebesar Rp 200.000/hari kepada korban.
Warga Siompu yang melakukan demo di depan Kantor Bupati Busel diterima masuk ke dalam Aula kantor oleh Asisten II Setda Busel Maharuddin, Kabid Perikanan Tangkap, DKP Busel, Nafiruddin, hadir pula dari anggota DPRD, La Hijira, Aliadi, Pomili Womal, serta dikawal oleh pihak kepolisian Buton Junarto selaku jenderal lapangan aksi tersebut mengatakan tuntutan itu merupakan tindaklanjut dari hasil pertemuan (8/9) lalu yang berlangsung di Aula Kantor Kecamatan Siompu antara Plt Bupati Busel dengan sejumlah masyarakat Siompu sebagai korban konflik dengan oknum warga Siompu Barat.
“Maka hari kami kembali kepada Pemerintah Busel untuk tidak bungkam dalam melihat perisitiwa tersebut dan kami merasa kecewa atas tindakan kriminal oknum warga Siompu Barat yang telah merusaki perahu warga Siompu, yang sehari-hari digunakan sebagai alat mata pencaharian,” tegas Junarto di aula Kantor Bupati Busel, Senin (26/11).
Ia menilai janji manis yang dikatakan Plt Bupati Busel disaat itu kepada korban hanyalah mimpi yang sengaja disampaikan untuk meredam amarah masyarakat Kecamatan Siompu saat itu, pasalnya hingga saat ini realisasi membayar uang kompensasi senilai Rp 200.000/hari kepada setiap korban konflik terhitung sejak dua bulan lalu dan mengganti perahu atau koli-koli, villa, jaring, mesin yang telah dirusak oleh sekelompok oknum yang diduga dari warga Siompu Barat sebanyak 69 unit belum terealisasikan
“Kalau dihitung uang kompensasi Rp 200.000/hari kepada 69 korban, sejak (8/9) pertanyataan Plt Bupati Busel hingga saat ini, kurang lebih Rp 800 juta, begitu pula perahu 69 unit belum terealisasi,” tuturnya
Menurutnya, jika uang kompensasi itu tidak berlarut-larut dibayar, kemungkinan tidak sebesar itu nilainya. Hal ini juga disayangkan oleh warga Siompu, pasalnya konflik yang menyebabkan rusak dan hilangnya perahu sebagai alat mata pencaharian korban untuk menopang kebutuhan sehari-hari oleh pemerintah daerah, dinilai tidak responsif melihat kondisi tersebut.
“Kita sayangkan, pemerintah daerah tidak responsif dalam melihat kondisi korban atas konflik tersebut, padahal Plt Bupati Busel adalah warga asli Pulau Siompu yang semestinya direspon cepat sehingga masalah ini tidak berlarut-larut,” tukasnya
Sementara, Kepala Bidang Perikanan Tangkap, Dinas Kelautan dan Perikanan Nafiruddin mengatakan soal tuntutan warga Siompu kepada Pemerintah Daerah sesuai janji Plt Bupati Busel mengganti kapal yang rusak itu akan direalisasikan dalam waktu dekat.
“Pada saat kejadian, pak Bupati mengatakan kepada saya untuk mencarikan kapal untuk membantu masyarakat kita, dan saya bilang ada,” ucap Nafiruddin
Kata dia, bantuan kapal itu sebenarnya diperuntukan untuk masyarakat nelayan Busel, tetapi karena ada kejadian tersebut maka bantuan tersebut dialihkan hanya untuk warga Siompu yang menjadi korban konflik tersebut.
“Ada 67 unit, ini sebenarnya untuk disebar kepada masyarakat nelayan Busel, karena ada persoalan seperti ini, maka dialihkan sesuai kebijakan,” tukasnya
Sementara Wakil Ketua DPRD Busel Aliadi mengingatkan kepada pemerintah agar berhati-hati melaksanakan kebijakan karena kebijakan harusnya tidak melanggar aturan yang berlaku.
“Jadi tolong diperhatikan, kebijakan jangan melanggar aturan dan mekanisme yang berlaku, karena bantuan perahu yang telah ditetapkan dalam APBD itu seharusnya disebar untuk masyarakat Busel dengan kebijakan dialihkan khusus ke warga Siompu yang menjadi korban konflik, saya cuman mengingatkan” katanya
Begitu juga soal kompensasi kepada korban sebesar Rp 200.000/hari atas kebijakan Bupati Busel. Aliadi kembali mengingatkan pemerintah daerah harus berhati-hati dalam hal ini, karena kompensasi itu tidak tertuang dalam APBD 2018.
“Jika memakai uang sendiri tidak masalah, yang menjadi masalah ini jika memakai uang daerah, karena tidak ada dalam APBD kita. Kebijakan boleh saja dijalankan asal tidak melanggar aturan dan mekanisme yang berlaku,” tukasnya (*)