BATAUGA, BP- Janji penyelesaian polemik lahan Area Peruntukan Lain (APL) eks Jati Sampolawa seluas 514 hektare yang dikumandangkan Pemerintah Daerah, realisasinya tak jelas. Seiring waktu, sebagian warga diduga sudah menguasai sebagian lahan APL di Sampolawa untuk pertanian, bahkan telah terbangun rumah permanen.
Sebelumnya, Kabag Tapem LM Martosiswoyo berjanji akan menyikapi persoalan itu dalam waktu dekat, bahkan Pemda dan DPRD juga sudah membahas terkait hal itu. Solusinya akan ditentukan pasca hasil konsultasi ke Pemerintah Provinsi.
Hasil konsultasi tersebut dijanjikan akam diketahui Agustus namun hingga kini belum jelas, sementara polemik APL di tengah-tengah masyarakat bak bom waktu dan kapan saja bisa bergejolak.
Martosiswoyo, sebelumnya menegaskan bahwa lahan APL memang sepenuhnya pemanfaatannya dikuasai oleh pemerintah daerah. Namun hal itu bukan berarti semua dipakai pemerintah daerah. Tapi pemanfaatan peruntukan lahan tersebut masyarakat juga memiliki bagian. Begitupun bagian Pemkab. Pembagian inilah yang menjadi salah satu topik yang dikonsultasikan ke Pemprov
“Hanya presentase dari total luas APL di Kecamatan Sampolawa, kita belum tahu berapa persen untuk masyarakat atau permukiman, untuk perkebunan, pertanian dan berapa persentase untuk pemerintah daerah sendiri,” ujar Toto sapaan akrabnya.
Kata LM Martosiswoyo, soal persentase pembagian berapa persen premukiman masyarakat, perkebunan, pertanian dan Pemkab Busel akan ditentukan pasca konsultasi.
Pemanfaatan lahan APL pada prinsipnya untuk kepentingan masyarakat. Namun pemerintah daerah juga memiliki gawean pengelolaan di dalamnya. Salah satunya misalnya untuk membangun fasiltas pemerintah.
Kata dia, jika sudah diserahkan atau sudah ada persentase pembagian. Maka masyarakat akan bermohon untuk menjadi kepemilikan atau dapat mengurus sertifikat.Tapi jika belum ada pembagian persentase maka belum bisa bermohon untuk menjadi kepemilikan.
Tapi janji tinggal janji, realisasi hasil yang sekiranya Agustus paska konsultasi ke Pemprov semestinya sudah diketahui oleh khayak melalui sosialisasi ke lapangan, hingga kini belum jelas. Masyarakat menunggu komitmen Pemda dalam menyelesaikan polemik tersebut.
Peliput : Amirul

