Peliput : Didik Saputra
WAKATOBI , BP – Tidak adanya transparansi pengelolaan alokasi dana desa (ADD) oleh Kepala Desa Tampana Kecamatan Kaledupa Selatan Sirajudin akhirnya di datangi warganya. Warga yang tergabung dalam forum aksi masyarakat langsung mendatangi kantor Kepala Desa Tampara beberapa waktu lalu.
Selain itu, massa juga mempertanyakan pengangkatan sejumlah perangkat desa dinilai cacat hukum. Yang mana, masyarakat menduga Pemerintah desa dengan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) bermain api. Anggota BPD harusnya mempunyai peran mengawasi dan memantau pelaksanaan program pembaggunan yang ada di Desa Tampara.
“Adanya temuan yang kami peroleh dari masyarakat menyangkut penyimpangan ADD sejak tahun 2013-2016, seharusnya BPD yang memiliki peran sebagai pengawas kinerja kebijakan Kades, justru ikut berperan dalam sejumlah pengerjaan program didesa Tampara,” ujar Korlap Aksi, Abdul Wahid.
Lanjutnya, tidak ada transparansi pengelolaan dana desa kepada masyarakat secara
umum. Bahkan, masyarakat kesulitan dalam mengakses informasi ke pemerintah
desa, tidak ada realisasi anggaran dalam pembinaan dan pemberdayaan masyarakat dalam kurun waktu 2012-2016. Dugaan penggunaan material pasir lokal dalam pelaksanaan pembagunan, disamakan dengan harga pasir impor yang diperkirakan memiliki selisih harga hingga Rp 560.000.
Pengangkatan prangkat desa yang tidak sesuai dengan mekanisme dan tata tertib peraturan dalam desa, karena tidak adanya laporan pertanggung jawaban tiap akhir tahun kepada BPD selama memangku jabatan.
“Tujuan kedatangan kami ini sebagai tidak lanjut dari diskusi bersama kepala desa beberapa waktu lalu, namun sampai saat ini koreksi yang telah kami sampaikan tidak ada tindak lanjutnya terkait kinerja,” terangnya.
Pihaknya berharap, Kades Tampara dapat lebih transparan dalam pengeloaan ADD dan DD, agar tidak timbul kecurigaan masyarakat, ataupun tersandung kasus hukum.
Sementara itu, Kades Tampara Sirajudin membenarkan pengunaan pasir lokal dalam pembangunan beberapa proyek desa. Dia berkilah, tidak ada pasir impor yang dijual, sehingga pemerintah desa terpaksa menggunakan pasir lokal yang harganya sama dengan pasir lokal.
“Apabila diwilayah ini ada yang menjual pasir impor, pasti kami membelinya. Karena tidak ada pasir impor, maka saya mengambil keputusan untuk mengunakan pasir lokal. ungkap Sirajudin.
Tidak adanya laporan akhir tahun pemerintah desa kepada BPD juga dibenarkan oleh Sirajudin. Pasalnya, selama ini laporan akhir tahun itu dibuat oleh pihak ketiga yang ditunjuk oleh pemerintah desa.
“Sering kali kami buat sendri, tapi selalu dikembalikan, jadi kami melibatkan saja pihak ketiga agar laporannya tidak salah lagi. Semua kepala desa se Sulawesi yang membuat laporan penanggung jawaban adalah pihak ketiga,” jelasnya.
Ketua BPD, Hasanuddin menambahkan, pihaknya telah menampung dan menyampaikan keluhan masyarakat terkait beberapa kejanggalan yang terdapat dalam pemerintahan Desa Tampara. Namun, pihak desa rupanya tidak menggubris hal ini.
“Memang benar jika Kades Tampara selama ini tidak ada laporan pertanggung jawaban pada anggota BPD setiap tahunya, dan program kerja desa pun saya tidak tahu,” beber Hasanuddin.
Sekcam Kaledupa Selatan Wa Ode Fidarzi Ali juga angkat bicara. Dia mengaku, tidak tahun harus menyalahkan pihak yang mana. Pihaknya belum mampu untuk mengelola dana desa yang cukup besar.
“Tiba tiba dana tersebut sudah dicairkan oleh pemerintah pusat, masa kita mau menolak, sehingga mau tidak mau kami terima sambil belajar. Dan mengenai pertanggung jawaban memang betul, selama saya menjabat belum ada laporan masuk di
kecamatan mengenai dana desa kuhusnya Desa Tampara, padahal kecamatan
punya peran penting seandainya ada pemeriksaan BPK,” katanya.
Amatan Baubau Post, demo tersebut diikuti sekitar 200 warga Desa Tampara, dan terdengar juga bisik-bisik warga kasus ini akan di bawa di ranah hukum. (#)
Tidak Transparan, Kades Tampara Diminta Pertangungjawaban

Ketua DPRD Wakatobi, Muhammad Ali Tembo
