PASARWAJO, BP – Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Buton menggelar sosialisasi pencegahan pernikahan dini dan perundungan anak atau Bullying.
Giat sosialisasi yang diselenggarakan di aula kantor Bupati Butonbeberapa waktu lalu dengan pemateri dari Tim verifikator Kabupaten/Kota Layak Anak yang juga aktif di Yayasan Bahtera mitra Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia.
“Persoalan pernikahan anak usia dini dan perundungan atau bullying anak di sekolah masih kerap terjadi,” kata Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Buton, Ilham Habonibu.
Ilham menjelaskan berdasarkan data Kementerian pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak menyebutkan satu dari enam anak perempuan di Indonesia, menikah sebelum berusia 18 tahun. Tercatat, setiap tahunnya, di Indonesia ada 340.000 anak perempuan yang menikah sebelum genap berusia 18 tahun.
Ia menilai, pernikahan di usia dini bisa menimbulkan berbagai masalah, seperti kekerasan dalam rumah tangga, serta peningkatan resiko kematian ibu saat hamil dan melahirkan.
Dampak buruk dari pernikahan di usia dini misalnya, anak perempuan rentan mengalami pelanggaran hak dan tercabut dari kebahagiaan masa anak-anak. Hal itu, merupakan pelanggaran hak anak, sehingga menurutnya, dapat dikategorikan melanggar hak asasi manusia perkawinan anak.
“Persoalan itu dapat mengancam kegagalan sustainable Development Goals atau tujuan pembangunan berkelanjutan dan mempengaruhi Indeks Pembangunan Manusia (IPM),” beber Ilham.
Dari segi pendidikan dipastikan banyak anak yang putus sekolah. Karena, sebagian besar anak yang menikah dibawah usia 18 tahun tidak melanjutkan sekolahnya. Hal itu juga memiliki korelasi yang positif dengan indeks kegagalan kemiskinan.
Ilham juga menerangkan, ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya perkawinan anak, antara lain ekonomi keluarga, utang keluarga yang dibebankan pada anak perempuan yang dianggap sebagai aset pendidikan rendah, pendapatan rendah, interpretasi agama dan keluarga serta stereotip pada anak perempuan.
“Fenomena lainnya yang menyebabkan tingginya angka perkawinan anak adalah tingginya tingkat kehamilan di kalangan perempuan muda,” terangnya.
Lebih lanjut ia menjelaskan kasus anak tidak hanya tentang perkawinan, akan tetapi masalah lain datang dari perundangan anak (Bullying) di sekolah. Tercatat, data pada Bidang Pendidikan Indonesia, kasus anak pelaku kekerasan atau bullying 41 dari 161 yang terjadi, diantaranya kasus anak pelaku kekerasan dan bullying.
“Perundungan itu perlu disikapi karena ternyata lingkungan saja bisa menyakiti hati dan perasaan, bahkan bisa menyebabkan anak dan remaja bunuh diri,” jelasnya.
Kebanyakan tenaga pendidik (Guru-red) tidak sadar, bahwa kurangnya pengawasan dapat meningkatkan angka perundungan meningkat dikalangan pelajar.
“Banyak guru tidak menyadari bahwa penyebab dari bullying karena kurangnya pengawasan, bahkan perundangan kerap terjadi ketika orang dewasa tidak melihat kejadian tersebut,” tukasnya.
Kemudian, kata dia, penyebab lainnya adalah kegagalan pada guru untuk memahami bahwa perilaku awal atau pre-bulling akan bisa berubah menjadi bullying. Ada beberapa faktor penyebab terjadinya masalah kekerasan terhadap anak, diantaranya masih rendahnya pemahaman masyarakat tentang kekerasan, kurangnya layanan terhadap anak korban kekerasan dan rendahnya tingkat ketahanan keluarga dalam rangka pencegahan kekerasan terhadap anak.
Dua kondisi itu perlu mendapatkan perhatian serius baik dari Pemerintah, masyarakat maupun keluarga. Pendekatannya diberikan melalui pemahaman kepada anak-anak muda agar tidak mudah melakukan Pernikahan Dini dan perundungan. Ataupun dengan memberikan pengetahuan bagaimana belajar keterampilan ketegasan yang menyebabkan semangat belajar, bagaimana mengekspresikan perasaan diri sendiri dan membela hak-hak sendiri dengan cara-cara yang juga menghormati perasaan dan hak-hak orang lain.
“Sudah menjadi tugas kita semua untuk memutuskan lingkaran perkawinan dini dan perundangan anak. Saling berbagi pengalaman terbaik untuk pencegahan. Jadikan pencegahan sebagai benteng pertahanan untuk menyelamatkan indeks pembangunan manusia serta perempuan dan anak secara keseluruhan,” tutupnya.
Peliput : Asmaddin