Peliput: Iman Supa Editor: Zaman Adha
RAHA, BP – Belakangan ini, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Muna diterpa isu miring, berupa adanya pemotongam tunjangan sertifikasi guru di SDN 2 Raha. Namun pihak Disdikbud Muna dengan tegas membantah hal ini.
Kepala Bidang Bimbingan teknis Disdikbud, Laode Muhammad Masrul, yang ditemui diruangannya, Selasa (24/1) mengaku, tidak terlibat dalam pembayaran tunjangan sertifikasi guru. Pasalnya, pembayarannya langsung ditransfer melalui rekening guru yang bersangkutan.
“Kalau berbicara soal pemotongan, artinya uangnya sudah ada, kemudian guru hanya menerima sebagian, dan kami ambil yang sebagian. Bagaimana mungkin ada pemotongan, kalau uangnya langsung dikirim ke rekening guru yang menerima sertifikasi tersebut. Kita hanya mengurus syarat administrasinya saja,” ungkapnya.
Masrul menambahkan, untuk guru calon penerima sertifikasi harus memiliki kriteria, yaitu mengajar minimal 24 jam per minggu dan mengajar sesuai sertifikat profesinya. Pengimputannya melalui operator Data Pokok Pendidikan (Dapodik) di sekolah, dibawah pengawasan kepala sekolah dan guru.
“Jadi alurnya, setiap guru yang memperoleh sertifikasi, berhak mendapat tunjangan profesi dengan syarat. Nah, itulah yang diinput oleh operator Dapodik disetiap sekolah,” tandasnya.
Lebih lanjut, LM Masrul menjelaskan, guru yang dinyatakan memenuhi syarat, akan diberi SK Kementrian yang disebut SK Dirjen GTK. Kemudian Disdikbud mengeluarkan kebijakan, yang mewajibkan setiap guru membuat laporan belajar mengajarnya, disertai surat keterangan kepala sekolah.
“Sebelum dibayarkan tunjangannya, kami diberi kewenangan untuk memverifikasi, karena bisa saja data yang diinput sekolah berbeda dengan fakta yang terjadi dilapangan, makanya kenapa ada pemberkasan sebelum adanya pembayaran,” ujarnya.
Dalam peraturan pemerintah (permen) No 17/2016, Juknis pembayaran tujangan profesi tahun 2016, menurut LM Masrul, dijelaskan bahwa guru profesional, adalah guru yang menjalankan tugas 24 jam per minggu. Namun aturan tersebut dapat berubah setiap tahunnya.
“Saat jadi PNS, kita telah mengangkat sumpah, dimana 75 persen bersedia hidup dibawah aturan, jadi kalau kita bicara aturan tidak datang satu hari, sama halnya sudah tidak memenuhi kebutuhan beban kerja 24 jam/minggu, maka guru tidak berhak lagi mendapatkan pembayaran,” tukasnya.
Sementara itu, Kepala Disikbud, La Ege mengaku kesal, atas rumor yang beredar tersebut. Sebab, sejak menjabat dia sudah berkomitmen untuk tidak melakukan pungli. Sehingga dia meminta, agar guru yang merasa terkena pemotongan (pungli), dapat langsung bertemu dengannya. (*)

