Peliput: Amirul — Editor: Ardi Toris
BATAUGA,BP- Warga Desa Jaya Bakti, Kecamatan Sampolawa Muh Adnan Mj ditemani kuasa hukumnya melayangkan somasi ke 15 anggota DPRD Busel terkait legalitas pembentukan panitia dan pelaksanaan hak angket yang hingga saat ini masih terus berpolemik.
Kuasa Hukum Penggugat La Ode Abdul Fariz SH menjelaskan pihaknya menengarai ada beberapa hal yang janggal terkait pelaksanaan hak angket oleh DPRD Busel. Di antaranya dasar yang digunakan pelaksanaan hak angket adalah Pasal 82 2014 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang dokumen palsu.

“Padahal dalam hal ini kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang diduga menggunakan dokumen dan/atau keterangan palsu sebagai persyaratan pada saat pencalonan kepala daerah/wakil kepala daerah haruslah berdasarkan pembuktian dari lembaga berwenang yang menerbitkan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (2) huruf h, barulah DPRD menggunakan hak angket untuk melakukan penyelidikan,” ujar Fariz.
Kata Fariz, UU Nomor 23 Tahun 2014, telah dijawab oleh PKPU Nomor 3 Tahun 2017, tentang pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, walikota dan wakil walikota, pada BAB II Bagian Kesatu Pasal 4 Huruf C, bahwa persyaratan calon dan pencalonan berpendidikan paling rendah sekolah lanjutan tingkat atas atau sederajat.
Lebih jauh lagi, dugaan ijazah palsu merupakan ranah hukum pidana sehingga penyelesaiannyapun harus oleh penegak hukum yaitu Kepolisian Republik Indonesia bukan DPRD Busel, karena sudah ditindaklanjuti dengan SP3 Polres Mimika dan Polda Sultra.
“Jadi semua ini telah Clean And Clear,”tegasnya
Selain itu juga Ketua Forum Pemerhati Kebijakan (FPK) Publik Risky Ishak menilai, surat keputusan pembentukan pansus di anggap melanggar PP Nomor 12 Tahun 2018 tentang pedoman penyusunan tata tertib, dan harus memperhatikan Pasal 371 dan Pasal 381 UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3.
Ditambahkannya, sehingga pembentukan pansus DPRD Busel tersebut selain cacat hukum, juga terlalu melampaui fungsi dan kewenangan sebagai anggota DPRD.
“Harus dipahami DPRD itu lahir untuk mengontrol kinerja pemerintah daerah bukan untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana, ini juga bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 serta mengingkari kedaulatan rakyat dan prinsip-prinsip pokok negara hukum,” tukasnya (*)