Oleh: Aliman
(Kepala Bidang Pengelolaan Aset Daerah BPKAPD Kota Baubau)
DISKUSI tentang belanja modal dan aset tetap selalu menarik minat banyak kalangan. Tidak terkecuali bagi ASN yang sedang memangku jabatan tertentu di pemerintahan, tetapi juga para wakil rakyat yang di duduk lembaga legislatif maupun Lembaga Swadaya Masyarakat.
Bagi pemerintah daerah dan wakil rakyat, diskusi mengenai alokasi belanja modal akan lebih mendalam dan intens ketika membahas Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Besaran alokasi belanja modal merupakan indikator sejauhmana anggaran daerah pro pembangunan ataupun pro pertumbuhan. Sementara, aset tetap akan menjadi fokus perhatian ketika membahas pertanggungjawaban APBD yang merupakan “raport” untuk melihat sejauhmana alokasi belanja modal yang telah dialokasikan dalam APBD dikonversi menjadi aset tetap. Apakah realisasi belanja modal sama dengan kenaikan aset tetap? Atau justru lebih tinggi atau lebih rendah dibandingkan kenaikan aset tetap.
Untuk bisa memahami keterkaitan antara nilai realisasi belanja modal dengan kenaikan aset tetap tersebut, maka pertanggungjawaban APBD yang terdiri atas Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (Laporan Perubahan SAL), Neraca, Laporan Operasional (LO), Laporan Arus Kas (LAK), Laporan Perubahan Ekuitas (LPE), dan Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) harus dilihat, dibaca, dan dipahami secara utuh sebagai satu kesatuan, agar tidak terjebak dalam suatu analisis yang keliru untuk sekedar tidak dikatakan salah.
Dalam CaLK telah diungkap secara memadai komponen-komponen laporan keuangan, termasuk belanja modal dan komponen pembentuk aset tetap guna memudahkan pengguna memahami laporan keuangan.
Ciri-ciri atau karakteristik dan periode pelaporan dari belanja modal dan aset tetap menurut ketentuan peraturan perundang-undangan juga harus dipahami dalam melakukan analisis. Apakah hanya mencakup satu tahun pelaporan atau akumulasi dari tahun-tahun sebelumnya? Apakah ada komponen penambah dan/atau pengurang, atau perubahan nilai lainnya dari aset tetap sehingga menyebabkan kenaikan aset tetap lebih tinggi, lebih rendah, atau sama dengan realisasi belanja modal pada tahun pelaporan?
Sudah menjadi pengetahuan awam, salah satu struktur dari APBD adalah belanja, disamping pendapatan dan pembiayaan yang ditetapkan setiap tahun dengan peraturan daerah.
Belanja terdiri atas beberapa komponen, salah satunya adalah belanja modal, yang menurut Paragraf 31 PSAP Nomor 02 PP Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, belanja diakui pada saat terjadinya pengeluaran dari Rekening Kas Umum Daerah, yang disajikan berdasarkan nilai realisasi dan pelaporannya hanya mencakup setahun dan bukan akumulasi dari tahun-tahun sebelumnya karena APBD adalah dokumen tahunan.
Penyajian nilai realisasi belanja modal dalam LRA atau LAK akan sama karena nilai realisasi belanja modal dalam kedua laporan tersebut berdiri sendiri, tidak ada komponen pengurang ataupun komponen perubahan nilai lainnya.
Lalu apa itu aset tetap? Paragraf 5 PSAP Nomor 07 PP Nomor 71 Tahun 2010 telah memberikan definisi dari aset tetap, yaitu aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum. Dalam penyajiannya, aset tetap sebagaimana dinyatakan dalam Paragraf 22 PSAP Nomor 07 disajikan berdasarkan biaya perolehan.
Aset tetap merupakan salah satu bentuk kekayaan daerah sebagaimana dikemukakan oleh Mardiasmo (2002: 239) dalam bukunya yang berjudul: Otonomi & Manajemen Keuangan Daerah, sehingga aset tetap dilaporkan secara kumulatif atas semua aset tetap yang telah diperoleh oleh pemerintah daerah pada tahun-tahun anggaran sebelumnya ditambah dengan aset tetap yang baru diperoleh pada tahun pelaporan.
Selain itu, sebagaimana dikemukakan oleh Komite Standar Akuntansi Pemerintah (2014: 7-32) dalam Buletin Teknis Nomor 15: Akuntansi Aset Tetap Berbasis Akrual, rekonsiliasi nilai aset tetap pada awal dan akhir periode harus menunjukkan penambahan (pembelian, hibah/donasi, pertukaran aset, reklasifikasi, dan lainnya), perolehan yang berasal dari pembelian direkonsiliasi dengan total belanja modal, pengurangan (penjualan, hibah/donasi, pertukaran aset, utang retensi, reklasifikasi, dan lainnya), dan perubahan nilai, jika ada. Termasuk di dalamnya, pengakuan aset tetap harus memperhatikan kebijakan pemerintah mengenai ketentuan nilai satuan minimum kapitalisasi (threshold capitalization) aset tetap.
Berdasarkan uraian di atas, tidak mengherankan kalau nilai realisasi belanja modal yang disajikan dalam LRA dan LAK akan berbeda dengan kenaikan aset tetap dalam Neraca Aset, karena: pertama, belanja modal disajikan sebesar nilai realisasi, sementara aset tetap disajikan sebesar nilai perolehan. Kedua, penyajian nilai belanja modal pada satu tahun pelaporan tertentu hanya memperhitungkan nilai realisasi belanja modal dalam satu tahun pelaporan saja, sementara penyajian nilai aset tetap tidak hanya memperhitungkan nilai aset tetap satu tahun pelaporan, tetapi juga tahun-tahun sebelumnya.
Ketiga, nilai realisasi belanja modal yang tercatat dalam LRA dan LAK sebesar nilai realisasi, tanpa ada faktor pengurang atas dirinya sendiri, sementara nilai aset tetap yang disajikan dalam Neraca Aset disamping mencakup realisasi belanja modal sebesar nilai realisasi belanja modal yang tercatat dalam LRA dan LAK, juga mencakup komponen penambahan lainnya, komponen pengurang, dan perubahan nilai lainnya jika ada.
Nilai realisasi belanja modal yang disajikan dalam LRA dan LAK harus sama dengan kenaikan nilai aset tetap yang disajikan dalam Neraca Aset mungkin bisa ditemui pada daerah otonom baru, yang tidak mempunyai aset dari dalam bentuk apapun. Tidak mempunyai aset tanah, tidak mempunyai aset gedung dan bangunan, tidak mempunyai aset jalan. Nilai asetnya dalam Neraca Aset sama dengan nol.
Segala sesuatunya baru dianggarkan dan direalisasikan pada satu tahun anggaran setelah berdiri, dan realisasi atas belanja modal tersebut semuanya diakui dan dicatat sebagai aset tetap dalam Neraca Aset. Tidak ada komponen penambah lainnya ataupun faktor pengurang, kecuali belanja modal. (***)