Laporan: Risnawati
Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar menyampaikan, sampai dengan Desember 2020 sudah diterbitkan SK Hutan Sosial seluas 4.417.937,72 Hektar, dengan jumlah 6.798 SK Izin/Hak bagi 895.769 Kepala Keluarga.
Penyediaan kawasan hutan untuk sumber TORA seluas lebih kurang 2.768.362 Ha. Pelepasan kawasan hutan melalui perubahan batas untuk sumber TORA telah diselesaikan 68 SK pada 19 provinsi seluas 89.961,36 Ha dengan 39.584 penerima. Khusus untuk Hutan Adat yang merupakan bagian dari Perhutanan Sosial, saat ini telah ditetapkan sebanyak 56.903 Ha dengan jumlah SK sebanyak 75 unit bagi masyarakat sejumlah 39.371 KK serta Wilayah Indikatif Hutan Adat seluas 1.090.754 Ha.
Analisis finansial menunjukkan bahwa secara ekonomi semua sistem agroforestri, dan agrosilvopastura yang paling banyak memberikan input dibanding agrosilnikultur dan silvopastura. Erosi yang terjadi pada lahan agroforestri, terutama agrosilvokultura di kawasan penyangga yang tidak membahayakan karena lebih kecil dari erosi yang diperbolehkan (<31,6 ton/ha/thn).
Total biomassa dan karbon tegakan pada sistem agroforestri dengan tipe agrosilvopastura masing-masing sebesar 104.17 dan 46.74 ton per hektar hampir sama dengan total biomassa dan karbon total tegakan pada hutan mangrove Rhizophora apiculata dengan kerapatan 463 pohon per hektar yang masing-masing sebesar 169.46 (biomassa) dan 47.08 (karbon) ton per hektar. Sistem agrosilvopastura dapat berperan dalam memitigasi banjir dibandingkan pada sistem pertanian monokultur untuk setiap hektar lahan pada setiap 1 jam kejadian hujan.
“Perhutanan Sosial merupakan bagian dari penyelesaian tersebut, selain kebijakan tentang pemukiman dalam Kawasan hutan dan kebijakan untuk tata kelola Perhutani. Bapak Presiden juga telah memerintahkan pada Rapat Terbatas Kabinet (Rataskab) 23 September 2020, kepada menteri terkait untuk mengintegrasikan Program Hutan Sosial kepada upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat yang berarti menuntaskan integrasi program hulu-hilir, kesempatan usaha dan fasilitasi usaha/kegiatan masyarakat dalam rangka meningkatkan kehidupannya,” jelas Menteri Siti Nurbaya.
Menteri Siti Nurbaya berpesan kepada para Gubernur untuk turut berperan aktif memfasilitasi, menetapkan, dan mengarahkan program serta kebijakan yang mendukung program Reforma Agraria ini, termasuk proses dasar hukum masyarakat hukum adat melalui Peraturan Daerah (Perda).
“Dalam tahun 2021, akan dilakukan percepatan penyelesaian masalah dan konflik dalam kawasan hutan, persoalan pemukiman dalam kawasan hutan, dan penyelesaian masalah-masalah hutan di wilayah padat penduduk seperti Jawa, Lampung, Bali dan provinsi padat penduduk lainnya. Semua itu sudah ada cantolan rambu-rambunya dalam UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK),” demikian Menteri Siti Nurbaya. []