Peliput: Anton Editor : Hasrin Ilmi
LABUNGKARI, BP – Setelah laporan gugatan yang di ajukan ke Panwaslu Kabupaten Buton Tengah (Buteng) beberapa waktu lalu ditolak, Tim Advokad Paslon ‘Beramal Saleh’ (Mansur Amila – Saleh Ganiru, red) tidak tinggal diam, kini gugatan malah dilanjutkan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), Bawaslu-RI dan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang berada di tingkat pusat.
Ketua Tim Advokad ‘Beramal Saleh’ Dian Farizka SH MH via telepon selulernya Rabu (01/03) kepada Baubau Post mengatakan, saat ini pihaknya lebih fokus mengajukan laporan gugatan secara serentak ke Bawaslu Provinsi Sultra, ke Bawaslu-RI dan DKPP, pihaknya belum melanjutkan ke Mahkamah Konstitusi (MK) karena mengingat syarat pengajuan ke MK harus dengan prosentase suara yang maksimal 2 %.
“Untuk gugatan Buton Tengah yang kami ajukan baru sampai di Bawaslu Provinsi, Bawaslu pusat, dan DKPP, untuk sekarang ini kami belum sampai ke tingkat Mahkamah Konstitusi karena terkait dengan prosentase yang 2 % itu kan,” ujar Dian Farizka.
Ia melanjutkan, Tim Advokad ‘Beramal Saleh’ yang lainnya sudah mengajukan gugatan ke Bawaslu Provinsi, karena menurut kajian yang dilakukan, ada perbedaan antara Berita Acara Perkara (BAP, red) yang diketik oleh Pihak Panwaslu Buton Tengah dengan hasil keterangan saksi, hal ini pula yang dijadikan salah satu peluang dari sisi hukum untuk melanjutkan kasus tersebut ke tingkat Provinsi maupun tingkat Pusat.
“Hari ini (Rabu, red) teman-teman mengajukan gugatan ke Bawaslu Provinsi, hari ini mereka sudah disana, kalau Panwaslu Buton Tengah itu memang sih rekomendasinya tidak terbukti, tapi saya rasa dalam BAP nya itu ada perbedaan, antara BAP yang diketik oleh Panwas dengan keterangan yang punya saksi, kalau saya tinjau itu antara BAP dengan keterangan saksi disitu eh ternyata tidak beda, contohnya itu yang punya Pak Galih itu, bapaknya itu kan memang menyampaikan ke Panwas bahwasanya itu memang yang nyuruh bahwa untuk mencoblos nomor urut 1, tapi di BAP itu nggak ada, itu perbedaannya disitu,” lanjut Dian Farizka.
Ketika ditanya terkait dengan batas waktu gugatan pilkada yang harus masuk di MK dan langkah selanjutnya yang akan ditempuh, Dian Farizka menanggapi dengan santai bahwa, pihaknya sengaja belum mengajukan sengketa ini ke tingkat MK karena pihaknya sudah bisa memastikan gugatannya akan ditolak oleh MK, hal ini berkaitan dengan syarat pengajuan sengketa Pilkada ke MK yang mengharuskan standar prosentase perolehan suara maksimal 2 %.
“Memang kita ini dari Tim Advokasi ‘Beramal Saleh’ ini memang sengaja tidak membuat permohonan sengketa Pilkada ke MK, tapi kita ini lebih fokus di Bawaslu Provinsi, Bawaslu-RI dan di DKPP, nah kalau kita masuk di ranah MK sama halnya yah kita ini nggak masuk juga disana, karena pasti nanti di NO, jadi kita nda bisa kosentrasi disana, lebih baik kosentrasi ditempat lain,” ungkap Dian Farizka.
Selanjutnya, terkait dengan perihal bahwa penentu kebijakan untuk masalah Pilkada ada di MK, Dian Farizka SH MH menjabarkan, kewenangan MK berkaitan dengan hasil, dan kewenangan MK yang dulu secara sistematis untuk segala polemik Pilkada kini telah beralih ditangan Bawaslu-RI, sehingga pihaknya lebih memusatkan kosentrasi pengajuan gugatan ke Bawaslu-RI dan DKPP.
“Jadi begini yah, perlu dibedakan, kalau kewenangan di MK sendiri itu untuk hal ini adalah hasil, jadi dulu kewenangannya MK yang tersistematis itu sekarang ini diambil alih oleh Bawaslu-RI, sehingga kita ini lebih kosentrasi di Bawaslu-RI dari pada ke MK, itu tadi yang saya sampaikan, kalau kita masuk di ranah MK itu percuma, karena terkait dengan yang prosentase 2 % itu,” tandasnya. (*)