Laporan: Ardi Toris
LULUS menjadi sekolah penggerak bukanlah perkara mudah bagi setiap kepala sekolah yang berjuang setiap kali dibuka tes menjadi peserta calon sekolah penggerak. Karena disamping kementrian Mendikbudristek memberikan kuota yang terbatas bagi tiap daerah juga model tes isian (esay-red) yang tidak boleh mengandung unsur plagiat.
Kepala Sekolah SDN 1 Masiri Buton Selatan (Busel) Jalaludin SPd pun menceritakan pengalamannya kepada Koran Baubau Post ketika menjadi peserta untuk ikut tes mewakili sekolahnya untuk menjadi sekolah penggerak. Dia mengatakan setelah beberapa bulan diangkat menjadi kepala sekolah SDN 1 Masiri pada tahun 2021 untuk pertama kalinya dia mengikut tes sekolah penggerak.
“Alhasil saat itu saya belum lulus karena baru beberapa bulan saya menjadi kepala sekolah jadi saya belum paham apa itu sekolah penggerak,” tuturnya, ketika ditemui disekolahnya. Setelah masuk tahun 2022, lanjutnya, kembali dibuka tes untuk sekolah penggerak dan sesuai arahan dari Dinas Pendidikan Busel yang diarahkan ikut test itu adalah kepala sekolah yang belum lulus dan kepala sekolah yang masih memenuhi syarat.
“Artinya memenuhi disini masa pensiun kepala sekolah itu masih 4 tahun. Jadi saya ikut test itu. Dalam mempersiapkan diri saya berpikir kok yang lain bisa lulus , masa saya tidak lulus pada tes tahun 2021 lalu,” katanya pada dirinya sendiri.
Model tes untuk menjadi sekolah penggerak, kata Jalaluddin, ada dua yaitu mengupload dokumen dan menjawab pertanyaan esay atau isian, sudah itu lanjut dengan test wawancara.
“Yang repotnya itu isian yang delapan nomor dan setiap nomor itu ada delapan pertanyaan. Jadi itu jawabnnya tidak boleh kita ambil di internet atau di google. Semuanya yang ditanyakan itu jawabannya apa yang kita rasakan selama bertugas. Mulai dari rumah ke sekolah apa yang kita rasakan, itulah jawabannya,” katanya lagi.
Ketika menjawab esay pun, lanjutnya, ada batas jumlah katanya yaitu ada 150 kata, ada 200 kata bahkan ada sampai 300 kata. “Jawabannya adalah pengalaman apa yang ada di dalam diri kita itulah. Karena kapan kita ambil di internet itu dianggap plagiat dan jelas tidak akan lulus. Dan memang ada yang kita tandatangani pernyataan tidak boleh plagiat,” sambung Jalaluddin.
Untuk menjawab delapan nomor itu setiap peserta memang diberi waktu satu bulan. “Cuman saya lihat-lihat pertanyaannya hampir mirip-mirip dengan soal tahun sebelumnya. Tapi ini saya punya trik-trik sebelum saya upload itu jawabannya, saya terlebih dahulu mengetik di MS Word. Jadi misalnya nomor 01 ada delapan pertanyaan, maka itu dulu yang saya selesaikan. Karena kita tidak bisa lanjut di nomor berikutnya kalau delapan pertanyaan di nomor pertama belum kita selesaikan dan diupload. Nanti sudah selesai baru terbuka lagi nomor berikutnya,” katanya menceritakan.
Dia pun menjelaskan bahwa pertanyaan dinomor pertama dengan pertanyaan pada nomor-nomor berikutnya saling berkaitan. Artinya pertanyaan itu seputar sekolah misalnya bagaimana sekolah, bagaimana meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah, apa motivasi bapak mengikuti sekolah penggerak.
“Jadi saya ketik itu di MS word baru kemudian saya upload. Kadang satu samapi dua hari baru saya selesaikan satu nomor, karena memang kita dikasih waktu kurang lebih 1 bulan. supaya jangan ada plagiat diinternet tadi. alhamdulilah saya langsung lulus. Jadi saya ke kantor dinas pendidikan, kepala bidang dan kadis pendidikan memberikan selamat kepada saya, katanya hanya bapak yang lulus untuk tingkat SD. Saya lulus pertanyaan esay tadi dan lanjut ke tes wawancara. Jadi nanti ada dua kali pengumuman kelulusan,” ucapnya.
Selanjutnya, Jalaluddin menjalani tes wawancara dan saat itu dilangsungkan pada bulan Ramadhan. “Penguji saya itu ada dua orang, satu dari jakarta dan satunya lagi profesor dari NTT. Pertanyaannya dalam test wawncara yaitu apa yang kita jawab di test esay tadi mengenai pengalaman kita. Makanya, tidak bisa diisikan oleh orang lain karena dia akan tanyakan apa yang kita jawab dalam esay delapan nomor tadi,” terang Jalaluddin.
Kalau diisilan orang lain saat tes esay, kata Jalaluddin, maka dipastikan peserta tidak akan tahu jawabannya ketika di test wawancara.
“Itu wawancaranya berlangsung secara online dan di dalam kamar. Jadi saat saya jalani tes wawancara ada kendala dua kali, tapi saya tidak putus asa. Kendala pertama mati lampu, berunting ini kejadiannya hanya 5 menit. Kendala kedua, setelah saya wawancara saya punya kamera tidak muncul di layar laptop. Cuma saya tahu juga IT ini, akhirnya saya buka youtub untuk mempelajari setingan kameranya. Setelah saya mucul kembali, penguji bertanya, Pak Jalal… kenapa baru muncul lagi? dan saya berdoa mudah-mudahan dengan halangan saya yang sedikit ini menjadikan saya menjadi sekolah penggerak,” katanya menceritakan kisahnya.
Jalaluddin pun akhurnya dinyatakan lulus. Menurutnya memang sekolah penggeral ini bukan hanya dananya tapi juga membagakan sekolah karena berapa puluh sekolah yang ikut test namun tahun 2022 sekolahnya dinyatakan lulus sebagai sekolah penggerak.
Sekolah penggerak ini memang dalam pandangan Jalaluddin sekolahnya berkembang mulai dari gurunya, siswanya dan begitu juga sekolahnya memang berubah. Guru sekolah penggerak itu selalu dilatih. Jalaluddin mengungkapkan sekarang yang latih guru penggerak bukan lagi dari pusat tapi dari provinsi, dimana saat ini sudah ada balai guru penggeraknya (BGP).
“Jadi saat itu ketika saya ditanya pemateri apa tujuan saya ikut sekolah penggerak? saya jawab untuk meningkatkan mutu sekolah saya termasuk siswanya. Ini yang tanya profesor. alhamdulilah dengan jawaban itu saya dinyatakan lulus duluan dan bukan lulus cadangan. Karena ini kan nilai yang menentukan, dan dari kementrian langsung,” tuturnya.
Setelah dinyatakan lulus sekolah penggerak, nerdasarkan juknis yang dibaca oleh Jalaluddin, sekolahnya mulai terlibat sebagai sekolah penggerak akan dimulai sekitar Bulan April atau Mei 2023. Dia pun membayangkan sebagai sekolah penggerak kedepan sekolah SDN 1 Masiri ini akan menjadi salah satu sekolah favorit di Kabupaten Buton Selatan.
“Karena sejak tahun 2017, 2018, 2019 sekolah ini merupakan sekolah model. Saat itu bukan saya kepala sekolahnya, namun setiap ada kegiatan atau pelatihan sekolah model, saya yang selalu ikut mewakili sekolah. Jadi sebenarnuya sekolah penggerak ini didalanya sudah ada sekolah model, sekolah rujukan atau apalah istilahnya sebelum ada sekolah penggerak ini. Jadi wajar saja kalau SDN 1 Masiri saat ini menjadi sekolah penggerak,” katanya, mengakhiri cerita pengalamannya. (*)