JAKARTA – Kontroversi muncul terkait aturan yang mengharuskan calon legislatif (Caleg) terpilih tahun 2024 untuk mundur sebelum mencalonkan diri pada Pilkada 2024. “Ketua KPU RI Tegaskan Bila Ingin Maju di Pilkada 2024 Maka Anggota Legislatif Dari Pemilu 2019 Wajib Mundur Dari Jabatannya, Sementara Caleg Terpilih Dari Pemilu 2024 Wajib Mundur Setelah Dilantik.”
Komisi Pemilihan Umum (KPU) memberikan klarifikasi terkait hal ini, dan mengatakan, Caleg terpilih tidak diwajibkan untuk mundur sebelum dilantik.

Ketua KPU RI, Hasyim Asy’ari menjelaskan, Caleg terpilih tidak diwajibkan untuk mundur dari statusnya sebagai Caleg jika ingin mencalonkan diri pada Pilkada 2024.
Namun, jika Caleg tersebut merupakan anggota legislatif dari Pemilu 2019, maka ia wajib mundur dari jabatan yang didudukinya saat ini.
“Mundur dari jabatan yang sekarang diduduki, dan tidak wajib mundur dari jabatan sebagai Caleg terpilih,” kata Hasyim dilansir, Jumat (10/5/2024).
Pertanyaan muncul mengenai definisi ‘jabatan’ dalam konteks ini, mengingat Caleg terpilih belum dilantik sebagai anggota dewan.
Hasyim menegaskan, sebelum dilantik, Caleg tersebut belum secara resmi menjabat.
“Berdasarkan putusan mahkamah konstitusi (MK) Nomor 12/PUU-XXII/2024, pihak yang wajib mundur saat mencalonkan diri dalam Pilkada ialah pihak yang telah dilantik dan memiliki jabatan,” jelas Hasyim.
Dalam putusan tersebut, MK menegaskan, yang wajib mundur adalah anggota yang telah dilantik. Jika belum dilantik, maka tidak diwajibkan untuk mundur.
“Tidak ada aturan mengenai pelantikan anggota DPR/DPD/DPRD serentak. Jika Caleg terpilih gagal dalam Pilkada, mereka masih dapat dilantik secara susulan,” tambahnya.
baca juga:
- Pilkada di Buteng Dipastikan Tanpa Calon Perseorangan
- Pergantian Pengurus Dinilai Tidak Prosedural, Pengurus DPD Nasdem Konawe Unjukrasa dan Segel Kantor DPW Nasdem Sultra
KPU juga menyoroti pentingnya persyaratan bagi calon anggota DPR, DPD, dan DPRD terpilih yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah untuk membuat surat pernyataan bersedia mengundurkan diri jika telah dilantik secara resmi menjadi anggota dewan apabila tetap mencalonkan diri sebagai kepala daerah.(*)
Baca Berita lainnya:
“Saya tadi sudah koordinasi dengan Ketua KPU, nanti akan terbit peraturan KPU, itu nanti penjabat-penjabat itu tidak boleh mereka jadi penjabat ketika melakukan pendaftaran,” kata Tito di kompleks parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (15/5/2024).
Maka, kata dia, saat ini dirinya tengah memikirkan waktu yang tepat untuk membuat surat edaran kepada Pj kepala daerah, terkait kekosongan jabatan. Nantinya, Tito menjelaskan, bagi Pj kepala daerah yang mundur, akan segera diisi kekosongan jabatannya.

“Untuk mengisi jabatan itu perlu waktu, maka saya sedang saya pikirkan waktunya, saya akan mengirimkan surat edaran kepada seluruh penjabat berjumlah 266, mana yang akan mengajukan maju nanti sebagai pendaftar,” ujar Tito.
“Begitu dia mendaftar, mungkin saya lihat, sedang mencari waktu, apakah 30 hari, 40 hari, sebelum tanggal 27 Agustus pendaftaran, mereka sudah kita berhentikan nantinya karena perlu waktu untuk mencari pengganti,” tambahnya.
Tito mengaku saat ini masih melakukan rekap terkait jumlah Pj yang akan maju dalam Pilkada sebelum mengirimkan surat edaran. Namun demikian, Tito menegaskan dirinya telah mengetahui daerah mana saja yang harus segera diganti Pj kepala daerahnya.
“Saya sedang merekap, tapi saya mengirimkan surat edaran sesegera mungkin, mungkin Senin. Setelah itu, para PJ memberikan feedback kepada saya, mana yang akan maju mana yang tidak,” tutur Tito.
“Saya sudah persiapkan, saya sudah bisa menghitung daerah mana saja, dan mempersiapkan penggantinya nanti,” lanjut dia.
baca juga:
- Pilkada di Buteng Dipastikan Tanpa Calon Perseorangan
- Klaim akan Borong Kursi dari 8 Parpol, La Ode Darwin Target Lawan Kotak Kosong di Pilkada…
Lebih lanjut, Tito mengatakan akan berkoordinasi dengan 10 instansi. Dia menuturkan pihaknya akan mendengarkan masukan-masukan dari intansi-intansi itu dalam menentukan Pj yang akan mengisi kekosongan jabatan.
“Ada proses yang kami buat, mulai dari masukan dari DPRD, gubernur, setelah itu ada rapat yang melibatkan KPK, PPATK, Kejaksaan Agung, Bareskrim, BIN, Badan Kepegawaian, dan lain-lain. Ada 10 instansi dalam rapat penentuan siapa Pj,” tuturnya, seperti yang dilansir dari detik. (*)