Peliput: Zul Ps —- Editor: Prasetio M
WANGI-WANGI,BP – Praktisi Kesehatan semprot pernyataan Anggota DPRD Kabupaten Wakatobi dari partai Golkar, Muhammad Ali yang merupakan Ketua Tim Pemenangan Pasangan Calon Bupati Wakatobi Arhawi-Hardin La Omo (Halo) yang heboh di Media Sosial (Medsos), terkait tidak dibolehkannya Dokter Ahli berada di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) saat membawakan orasi politiknya dihadapan masyarakat Pulau Binongko beberapa waktu lalu.
Pasalnya Bupati Wakatobi H Arhawi yang terpilih di periode 2016/2021 telah memasukan visi misi dengan mendatangkan dokter spesialis ke setiap Puskesmas Se-Wakatobi. Terlebih dalam pernyataan Muhammad Ali mengklaim Bupati Wakatobi sedang membangun MOU, serta berbagai terobosan agar setiap pulau ada rumah sakit Pratama, sehingga dokter ahli dapat ditempatkan di setiap Puskesmas se-Wakatobi.
Olehnya itu, Yusdin Rahmad yang merupakan praktisi kesehatan respon hal tersebut dengan mengatakan pernyataannya Muhammad Ali merupakan bentuk jawaban atas ketidak pastian akan visi misi yang digaungkan oleh Bupati Wakatobi tentang Kesehatan Bersinar masa itu. Terlebih hingga kini progres tersebut tidak pernah terealisasikan ke Puskesmas se-Wakatobi.
Dikatakan, dalam peraturan Menteri Kesehatan (PMK) tentang Puskemas, baik PMK No. 75 Tahun 2014 dan Permenkes yang baru PMK No. 43 Tahun 2019 tentang puskesmas, tidak ada peraturan yang tidak memperbolehkan dokter spesialis praktek di Puskesmas.
” Karena di dua peraturan menteri kesehatan tersebut dituliskan bahwa, ” jenis tenaga kesehatan lain paling sedikit” dan benar tidak disebutkan dokter spesialis, tapi bukan berarti tidak diperbolehkan, artinya jika ada dokter spesialis yang berpraktek di Puskesmas selama mempunyai STR yang masih berlaku dan mempunyai SIP Dokter praktek ditempat tersebut yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada,” katanya pada Sabtu (29/08).
Yusdin melanjutkan, bisa saja dokter spesialis bertugas di Puskesmas sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang ada, jika ada yang berpendapat di PMK yang tidak memperbolehkan ada dokter ahli di Puskesmas, maka mungkin terdapat kekeliruan dari yang memberikan bersangkutan.
Tak hanya sampai disitu, Yusdin juga menjelaskan terkait adanya keinginan setiap pulau ingin didirikan RS Pratama, menurutnya itu ide tersebut sangat baik. Namun hal tersebut kurang realistis, dengan berkaca pada RSUD Wakatobi yang sudah ada. Dimana RSUD Wakatobi bertipe D sejak berdiri di zaman Bupati Hugua-Ediarto sampai zaman Arhawi-Ilmiati masih sama dan yang membedakan hanya akreditasi RS nya.
” Sementara untuk dokter spesialis saat saya berkunjung tanggal 5 Agustus 2020 di RSUD Wakatobi, Dokter spesialis yang tersedia tinggal dua yaitu Spesialis Penyakit Dalam dan Radiologi. Rasionalnya jika ketidak hadiran dokter spesialis di tiap pulau dengan alasan regulasi, kenapa di RSUD Wakatobi dari semua aspek regulasi memenuhi syarat untuk praktek dokter spesialisnya tapi Dokter Spesialisnya tinggal dua?,” kata Yusdin Rahmad.
Menurutnya, hal ini menunjukan adanya ketidakmampuan dalam menghadirkan dokter spesialis sehingga tersisa hanya dua dan apainla mampu menghadirkan dokter spesialis, RSUD Wakatobi bisa meningkatkan tipe dengan ditunjang dengan berbagai dokter spesialis. Untuk itu sebaiknya jika mampu adakan dokter spesialis, penuhi dokter spesialis di RSUD Wakatobi sesuai dengan kebutuhan masyarakat, agar tidak ada masyarakat lagi yang dirujuk kedaerah lain diluar Wakatobi dari pada membangun RS baru.
” Dan untuk pelayanan dokter spesialis di tiga pulau lainnya (Keledupa, Tomia dan Binongko), sebaiknya fasilitasi dengan transportasi rujukan yang terintegrasi antar pulau untuk memudahkan akses masyarakat Wakatobi dalam mendapatkan pelayanan dokter spesialis. Itu lebih efektif dan efisien dari pada membangun RS baru tapi belum tentu lebih baik nasibnya dari RSUD Wakatobi yang sudah dibangun saat ini.” sambungnya.
Kemudian, jika ditinjau dari nilai BOR (Bed Occupancy Ratio) atau angka penggunaan tempat tidur, sejak didirikan RSUD Wakatobi sampai 2016 tidak mencapai 30% atau tidak mencapai BOR ideal (70-80%) dan mungkin saja saat ini masih di bawah nilai ideal. Hal ini mengambarkan bahwa penggunaan tempat tidur di dalam RSUD Wakatobi masih rendah, padahal dari segi jumlah penduduk di Pulau Wangi-Wangi lebih banyak dibanding Pulau Kaledupa, Tomia, dan Binongko.
” Maka dikhawatirkan akan bernasib sama dengan yang sudah dibangun, terkecuali Bor RSUD Wakatobi sudah diatas 80%, mungkin bisa jadi pertimbangan untuk pembangunan RS Baru dipulau lain. Untuk itu dari pada membuat RS baru yang belum tentu efektif dan efisien pembangunan dan penggunaannya, dimana membutuhkan biaya yang tinggi, lebih baik adakan transportasi pelayanan rujukan atar pulau yang terintegrasi dan mudah di akses, baik atar pulau di Wakatobi dan dari daerah lain ke Wakatobi, menurut saya itu lebih efektif dan efisien dengan kondisi saat ini dengan biaya yang rendah dibandingkan membangun RS baru.” tutupnya. (**)