Radikalisme merupakan paham dari segelintir orang yang menginginkan perubahan dan pembaruan sosial, namun dengan menempuh cara-cara kekerasan. Hal ini tentu sangat bertentangan dengan nilai-nilai agama maupun moral yang melarang jalan kekerasan dalam melakukan sesuatu. Selain melanggar Hak Asasi Manusia (HAM), jalan kekerasan juga mengganggu kehidupan bermasyarakat, karena menyebarkan teror.

Saat ini, dunia tengah dirundung duka. Bagaimana tidak, banyak saudara-saudara kita di timur tengah yang menjadi korban dari kekejaman kelompok radikal Islamic State of Iraq and Syria (ISIS). Sudah ratusan ribu, bahkan jutaan korban jiwa yang tidak bersalah.

Gelombang pengungsi akibat kekejaman massal ini sudah tidak terbendung lagi. Tidak tanggung-tanggung, mulai dari bayi baru lahir hingga orang dewasa menjadi korban pembantaian kelompok radikal, yang mengatasnamakan agama. Padahal, sejatinya tidak ada satu agama pun di muka bumi ini yang mengajarkan kekerasan, dan membunuh orang lain tanpa alasan.

Yang tengah dirundung duka beberapa waktu belakangan ini adalah Aleppo, Suriah. Kota ini seakan tidak pernah berhenti dihujam oleh peluru, rudal maupun bom, yang melululantahkan seisi kota. Tidak lain, ini merupakan kekejaman dari teroris yang tidak berperikemanusiaan.

Nampaknya, Indonesia harus waspada dengan paham radikal yang sudah mulai menunjukkan taringnya. Masyarakat tentu tidak akan lupa dengan konflik Poso yang berkepanjangan. Beberapa saat yang lalu sekitar tahun 2008, masyarakat muslim Poso dibantai oleh pasukan yang mengatasnamakan Kelelawar Hitam. Kelompok ini tentunya juga berpaham radikal, karena menggunaan cara-cara kekerasan.

Nampaknya kekejaman di Poso belum juga berakhir, setelah muncul lagi kelompok radikal baru Santoso. Namun pemimpin pasukan ini dikabarkan telah berhasil ditembak mati, setelah Polda Sulawesi Tengah mengadakan Operasi Tinombala.

Belum lama ini juga publik dikejutkan dengan aksi seorang pria yang menikam tiga orang anggota polisi di Tengerang Kota yang tengah betugas di jalan raya. Pelaku yang menyerang membabi buta ini, diduga merupakan teroris ISIS. Karena sebelum melakukan aksinya, pria yang berinisial SA ini, menempelkan stiker berlogo ISIS di pos polisi setempat.

Hal ini menjadi menjadi ancaman keras, dan menandakan kelompok radikal ISIS sudah memasuki Indonesia. Masih lemahnya intelijen di Indonesia menjadi salah satu penyebab kelompok radikal seperti ISIS masuk ke Indonesia. Pemerintah Indonesia harus segera membenahi sistem pertahanan tanah air.

Sosialisasi mengenai bahaya paham radikala kepada masyarakat menjadi sangat perlu untuk dilakukan. Baik TNI maupun Polri harus bekerja sama dalam mencegah paham yang meracuni pikiran generasi muda. Pemahaman mengenai agama juga harus diperkuat. Masyarakat pun harus peka dan mau bekerja sama jika menemukan adanya aktivitas mencurigakan dari suatu kelompok baru yang masuk dilingkungannya.(*)