Peliput: Gustam
BAUBAU, BP – Pro kontra pemutaran kembali film Gerakan 30 September/PKI (G30S/PKI) kini menjadi topik perbincangan hangat di masyarakat. Berbagai opini dari masyarakat terungkapkan. Bahkan, sejarawan Universitas Dayanu Ikhsanuddin (Unidayan) Baubau Haeruddin SPd MA juga tidak ketinggalan berkomentar.
Haeruddin SPd MA Dosen Program Studi (Prodi) Pendidikan Sejarah Unidayan tersebut menilai, pemutaran film G30S/PKI merupakan salah satu upaya untuk mengingatkan kembali peristiwa sejarah yang terjadi di Indonesia tahun 1965 kepada generasi muda.
“Pemutaran film G30S/PKI itu landasan utamanya harus bicara tentang sejarah yang apa adanya, yang benar sesuai dengan peristiwa yang sebenarnya. Sebagai akademisi saya mengatakan bahwa, kalau untuk memberikan pencerahan kepada generasi muda bahwa peristiwa G30S/PKI itu betul terjadi, film itu boleh diputar,” kata Haeruddin.
Dosen yang pernah menuntut ilmu di Universitas Gajah Mada tersebut menilai, ada beberapa skenario film yang tidak layak dipertontonkan. Menurutnya, adegan kekerasan dalam film G30S/PKI tidak mendidik jika ditonton anak-anak.
“Yang harus diperhatikan bahwa, dalam film itu ada hal-hal yang tidak layak di tonton utamanya yang menyangkut tentang kekerasan, seperti pemotongan alat vital, pengirisan mata para jenderal, kemudian penari telanjang para gerwani, kalau itu dipertontonkan kepada anak-anak itu tidak mendidik,” nilainya.
Sekretaris Prodi Pendidikan Sejarah Unidayan tersebut, mengepresiasi upaya Presiden RI Joko Widodo yang menghendaki pemutaran film tentang peristiwa sejarah harus sesuai dengan peristiwa yang sebenarnya.
“Saya mengapresiasi keinginan presiden yang menghendaki agar film yang betul-betul dibuat profesional, memperlihatkan peristiwa sejarah yang benar berdasarkan dokumen sejarah, karena itu dapat memberikan pencerahan kepada generasi muda bahwa peristiwa G30S itu harus diketahui,” pungkasnya. (#)

