BAUBAU, BP- Masih seputar kasus pelajar SMK di Kota Baubau yang diringkus Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) saat kedapatan membolos sekolah pada beberapa waktu lalu. Kepala Kantor Cabang Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (KCD Disdikbud) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) La Jaman menyebut siswa cenderung jenuh di sekolah sehingga melakukan aktifitas tidak terpuji demi mencari kesenangan di luar.
Dikatakannya, siswa yang mendaftar di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) tidak hanya berasal dari lulusan SMP Kota Baubau. Pasalnya pada prosesi pendaftaran Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), sekolah kejuruan tidak mengenal sistem Zonasi sehingga tidak ada batasan terkait persyaratan penerimaan siswa baru, seperti halnya yang diterapkan oleh lembaga pendidikan jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA).
Menanggapi hal itu, Jaman menyebutkan kemungkinan besar sejumlah siswa merasa jenuh dengan sistem pembelajaran di sekolah yang mereka tidak dapatkan pada sekolah asalnya. Sebab, proses belajar mengajar (PBM) di kelas mulai diefektifkan dari pagi yaitu pukul 07.00 sampai 13.00 Wita di siang hari.
” Siswa di sekolah kejuruan tidak hanya berasal dari SMP di Baubau, melainkan juga berasal dari SMP luar daerah. Sehingga mungkin kebiasaan mereka di sekolah asalnya yaitu tidak menerima proses pembelajaran dari pagi sampai pukul 13.00 Wita, sehingga mereka jenuh dan mencari jalan untuk meloloskan diri walaupun itu sudah diperketat oleh pihak sekolah,” ujarnya.
Tidak hanya itu, ia juga sering kali mengikuti rapat besar bersama seluruh dewan guru di sekolah-sekolah kejuruan, salah satunya SMKN 2 Baubau. Kebetulan, beberapa pelajar yang kedapatan membolos pada pekan lalu, diantaranya berasal dari SMKN 2 Baubau. Dalam kegiatan rapat, dirinya sering kali membahas terkait persoalan kenakalan siswa seperti membolos dan memberontak di kelas.
Kendati demikian, tidak bisa dipungkiri hal-hal tersebut telah menjadi tradisi bagi beberapa kalangan pelajar dalam mencari jati diri, serta eksistensi sosial.
” Mungkin lagi ngetren-ngetrennya siswa membolos atau bagian dari mencari jati diri mereka,” jelasnya.
Tidak hanya itu, kecenderungan siswa membolos juga dipicu oleh tingkat pengawasan guru yang tidak maksimal. Terbukti, di SMKN 2 Baubau jumlah guru yang tersediah tidaklah sebanding dengan jumlah jurusan yang ada, tercatat kuota keseluruhan siswanya mencapai seribu orang.
” Di SMKN 2 Baubau, siswanya seribu orang dengan kapasitas guru yang terus terang saja jumlahnya sangat sedikit, tidak cukup dengan jumlah jurusan yang tersedia,” tandasnya. (*)
Peliput: Arianto W