F01.6 Mansur AmilaMansur Amila

BAUBAU, BP – Berkas korupsi Alokasi Dana Desa (ADD) Buton Tengah (Buteng) yang melibatkan mantan PJ Bupati Buteng Mansur Amila beberapa waktu lalu yang telah dilengkapi Sat Reskrim Polres Baubau, selangkah lagi akan dinyatakan lengkap atau P21 oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Buton.

Kasat Reskrim Polres Baubau AKP Ronald Arron Maramis SIK di Mapolres Baubau mengatakan semoga di bulan November 2019 ini berkasnya dinyatakan lengkap formil dan materil.

“Mudah-mudahan bulan ini berkas kasusnya bisa P21,” ungkapnya.

Dikatakan, permintaan Kejari Buton untuk melengkapi kekurangan berkas yang diberikan telah pihaknya rampungkan dan itu sudah dikirim.

“Berkasnya sudah rampung dan kita sudah kirim di Kejari Buton,” kata Ronald.

Hanya saja, kata Ronald, saat ini pihaknya tengah menunggu perkembangan pemeriksaan penelitian berkas dari Kejaksaan bagaimana hasilnya. Meski demikian, dirinya sangat optimis bulan ini bisa rampung sehingga dapat memenuhi target menyelesaikan satu perkara korupsi.

“Kalau masih ada kekurangan agar lebih cepat diberi tahu ke kami, untuk segera dilengkapi. Supaya cepat selesai juga perkaranya,” pungkasnya.

Kasus korupsi yang telah menyeret mantan PJ Bupati Buteng Mansur Amila (MA) dan Yunus Arfan (YA) pihak swasta, dalam pusaran korupsi pengelolaan alokasi dana desa (ADD) tahun 2015 di Buteng itu merugikan negara capai Rp 786 juta karena menyalahgunakan wewenangnya dengan mengusulkan kegiatan pengadaan alat kepada 67 Desa di Buteng diluar pembahasan rapat Desa. Dengan anggaran Rp 1 Miliar 72 Juta.

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) mengalokasi ADD dari APBD Pemkab Buteng senilai Rp 82 juta per Desa dalam satu tahun dicairkan dalam dua tahap. Tahap pertama Rp 32 juta dan yang kedua Rp 50 juta. Diusulkanlah kegiatan Bimtek dan pengadaan software. Rapat bersama YA yang melaksanaan kegiatan Bimtek dan pengadaan software tersebut menghasilkan setiap Desa melaksanakan bimtek dan pengadaan software biayanya Rp 16 juta per Desa untuk kepentingan pelaporan.

Tapi di Musrembang berbeda, tidak sesuai dengan rencana kegiatan Desa. Dimana kegiatan itu tidak pernah dibahas dan diusulkan dalam rapat Desa. Hasil akhirnya apa yang diusulkan itu tidak ada manfaatnya, sistem pelaporan yang diganti dengan pengadaan software itu tidak berfungsi, diaudit BPKP Sultra merugikan Negara.

Sehingga keduanya dijerat dengan Pasal 2 dan pasal 3 UU Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Tipidkor Junto Pasal 55 ayat 1 (1) KUHP dengan pidana penjara Minimal 4 tahun dan Maksimal 20 tahun dan denda minimal Rp 200 juta maksimal 1 Miliar.

Peliput : Asmaddin

Visited 1 times, 1 visit(s) today