Oleh: Aliman

(ASN Pada BPKAPD Kota Baubau)



Sejak Novel Coronavirus (2019-nCov) atau Coronavirus Disease 19 (Covid-19) “menginvasi” Tiongkok pada 17 November 2019, sampai saat ini telah merebak hampir ke 200 negara dengan jumlah kasus positif per 3 April 2020 sebanyak 1.017.693 orang dengan tingkat kematian sebesar 5,23%. Pada hari yang sama, jumlah pasien di Indonesia sudah mencapai 1.986 orang dengan tingkat kematian 9,11%, yang berarti, sejak Pemerintah mengumumkan kasus pertama pada tanggal 2 Maret 2020, rata-rata orang Indonesia terpapar Covid-19 sebanyak 60,18 orang per hari.

Pergerakan Covid-19 memang sulit untuk dicegah masuk ke suatu negara. Kemajuan teknologi dalam industri penerbangan, transportasi darat, dan laut turut memberikan andil yang besar dalam percepatan penyebaran virus tersebut. Mobilitas manusia dengan mudah dapat berpindah dari satu tempat ke tempat lain, dari satu daerah ke daerah lain, serta dari satu negara ke negara lain dalam waktu yang sangat cepat. Pergerakan Covid-19 seolah telah “melenyapkan” batas negara (borderless) dalam waktu sekejap.

Merebaknya kasus positif Covid-19 di negara lain secara cepat, seperti Italia diduga karena tingginya interaksi antar warga. Penerapan lockdown yang “terlambat”, tidak terlalu berdampak pada berkurangnya orang yang terpapar. Belajar dari kasus ini, maka salah satu cara yang paling efektif dalam memutus mata rantai penyebaran Covid-19 adalah melakukan isolasi diri, tetap tinggal di rumah, jaga jarak fisik (physical distance), dan menerapkan pola hidup bersih sehingga yang sehat tetap sehat dan korban yang terpapar tidak bertambah.

Mengisolasi diri ataupun tetap tinggal di rumah secara teori tidaklah sulit untuk dilaksanakan. Akan tetapi, dalam implementasinya akan menimbulkan pro dan kontra. Bagi kalangan yang kehidupannya sudah mapan atau minimal mendapatkan penghasilan tetap setiap bulan meskipun harus kerja dari rumah (work from home), mungkin tidak sulit. Akan tetapi untuk kelompok-kelompok masyarakat yang mata pencahariannya di luar rumah, seperti tukang ojek, buruh pasar, dan buruh pelabuhan, tentu saja langkah mengisolasi diri di rumah atau menjaga jarak fisik sulit untuk dilaksanakan. Covid-19 bagi kelompok ini bak buah simalakama—mengisolasi diri, mungkin tidak bisa memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari, sementara kalau keluar rumah beresiko terpapar Covid-19.

Melihat realitas sosial tersebut, Pemerintah Indonesia telah melakukan langkah-langkah antisipasi. Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas melalui Video Conference tanggal 20 Maret 2020 telah memerintahkan agar dilakukan refocussing dan realokasi belanja APBN dan belanja APBD pada tiga hal. Pertama, bidang kesehatan terutama dalam upaya pengendalian Covid-19. Kedua, social safety net dalam bentuk bantuan sosial dalam menjaga daya beli masyarakat, dan ketiga, insentif ekonomi bagi pelaku usaha dan UMKM sehingga mereka tetap bisa berproduksi dan terhindar dari terjadinya PHK. Presiden juga memerintahkan agar memangkas rencana belanja APBN dan belanja APBD yang tidak prioritas, seperti anggaran perjalanan dinas, rapat-rapat, dan pembelian barang-barang yang tidak prioritas lainnya.

Tentu saja, arahan Presiden bukan tanpa dasar. Terlebih lagi saat ini Pemerintah telah mengingat agar kita mengantisipasi Covid-19 tanpa gejala. Menyimak hasil estimasi permodelan yang dilakukan oleh Badan Intelijen Negara (BIN) sebagaimana diungkapkan oleh Kepala BNPB Letjend. Doni Monardo mungkin akan membuat kita terenyuh. Apabila tidak terkendali, puncak kasus Covid-19 diperkirakan terjadi pada bulan Mei 2020 dengan kasus positif sebanyak 95.451 orang, dan pada akhir Juli 2020 sebanyak 106.287 orang. Artinya, sampai dengan akhir Juli 2020, Pemerintah dan tentu saja Pemerintah Daerah masih “akan bergulat” dengan Covid-19, sehingga Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2020 hanya 2,1%, Asian Development Bank (ADB) sekitar 2,5%, sementara Menteri Keuangan Sri Mulyani memperkirakan hanya 2,3% dari target sebelumnya ditetapkan dalam APBN sekitar 5,3%, dan dalam kondisi terburuk, bisa minus 0,4%.

Rendahnya perkiraan pertumbuhan ekonomi nasional tersebut, juga akan berdampak pada capaian pertumbuhan ekonomi daerah dan capaian indikator makro ekonomi lainnya. Pertumbuhan ekonomi daerah diperkirakan akan menurun. Angka pengangguran terbuka dan angka penduduk miskin dan dibawah garis kemiskinan mungkin akan meningkat. Oleh karena itu, APBD sebagai salah satu instumen fiskal yang paling efektif dalam memastikan capaian target-target pembangunan daerah sebagaimana tercantum dokumen perencanaan daerah, harus dikelola dengan baik, efisien, efektif, dan ekonomis.

Pemerintah Daerah mulai sekarang harus mengambil langkah-langkah serius dan masif dalam pengelolaan anggaran daerah. Pemerintah Daerah harus menyiapkan semua skenario fiskal dalam APBD dalam menghadapi segala kondisi dan kemungkinan yang mungkin terjadi guna menjamin ketahanan fiskal daerah dan keberlanjutan pembangunan daerah. Anggaran daerah hendaknya tidak hanya disiapkan untuk menghadapi fenomena ketidakseimbangan jangka pendek yang bernama Covid-19, tetapi harus disiapkan untuk menghadapi ketidakseimbangan jangka menengah, dan jangka panjang akibat dampak sosial dan dampak ekonomi yang disebabkan oleh Covid-19. Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2021 yang saat ini sedang disusun juga harus pro Covid-19 karena tidak menutup kemungkinan dampak lanjutan dari Covid-19 masih akan terjadi pada tahun 2021.

Kita optimis bahwa Bangsa kita akan mampu menghadapi Covid-19. Menjaga jarak fisik dalam memutuskan rantai penyebaran Covid-19 bukan berarti kita runtuh. Isolasi diri dan tetap tinggal di rumah hendaknya diartikan sebagai bentuk rela berkorban kepada negara. Tataran implementasi dua rumusan pertama dari nilai-nilai Sarapataguna sebagaimana dikemukakan oleh Dr. A.S. Tamrin, dkk (2019: 79) dalam bukunya yang berjudul: Polima, Gema Pancasila dari Baubau, “Bolimo arata somanamo karo (tidak usahlah harta yang penting diri) dan Bolimo karo somanamo lipu (tidak usahlah diri yang penting negara)” harus menjadi pegangan kita, dan dalam konteks ini, jangan bertanya apa yang dapat diberikan oleh negara/daerah untukmu, tetapi bertanyalah apa yang dapat kamu berikan untuk negara/daerahmu. Begitu kata bijak Presiden AS John. F. Kennedy. (**)





Visited 1 times, 1 visit(s) today

By admin