Jakarta, – Untuk mendorong peningkatan ekonomi keluarga di masa pandemi, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi terus mendorong tumbuhnya wirausaha baru yang memiliki karakter kewirausahaan. Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi, Wikan Sakarinto menyampaikan jumlah wirausaha Indonesia saat ini baru sekitar 3,47 persen dari total penduduk di Indonesia.
Meskipun persentasenya melampaui standar internasional yaitu 2 persen, lanjut Wikan, kebutuhan wirausaha saat ini dinilai masih kurang. Terlebih, produktivitas sumber daya manusia (SDM) di Indonesia masih di bawah beberapa negara di Asia.
“Indonesia masih butuh sekitar 4 juta wirausaha baru untuk menjadi negara yang kuat melalui tercapainya pertumbuhan ekonomi yang tinggi,” ujar Wikan saat membuka Seminar Nasional Kewirausahaan bertajuk ‘Kiat Mewirausahakan LKP di Masa Pandemi Menuju Era 4.0’ secara daring, pada Sabtu (31/07).
“Karenanya, kita harus memperbaiki. Adapun tantangannya, bagaimana pendidikan harus mampu menciptakan SDM yang banyak. Jawabannya adalah kewirausahaan yang memiliki karakter,” tutur Wikan.
Pada kesempatan yang sama, salah satu narasumber dari Komisi X DPR RI, Desy Ratnasari mengatakan institusi pendidikan harus bersinergi dengan orang tua sebagai institusi awal dalam pembentukan karakter generasi muda Indonesia. “Saat ini, masih banyak paradigma berpikir orang tua yang meminta anak-anaknya setelah lulus sekolah untuk bekerja. Tentunya paradigma seperti ini harus diselesaikan bersama secara berkelanjutan,” ujar Desy.
Desy menuturkan, pendidikan karakter yang merupakan cikal bakal wirausaha baru harus dimulai dari keluarga. “Jadi, revolusi mental harus diawali dari keluarga. Tidak hanya kebijakan dari hilir, melainkan juga hulu karena dari keluarga harus disosialisasikan,” tuturnya.
Sementara itu, narasumber lainnya yang merupakan seorang motivator dan pendiri ESQ, Ary Ginanjar mengungkapkan pendidikan vokasi saat ini sebagian besar mengajarkan kompetensi. Padahal lanjut Ary, kompetensi ini hanya memiliki pengaruh sebesar 10 hingga 20 persen, sedangkan sisanya adalah agility dan capacity. “Saya sadari bahwa peserta didik saat ini yang tidak dimiliki dan tidak diajarkan adalah agility yaitu kemampuan untuk menahan tekanan dan capacity yaitu keluasan hati bukan skills,” ujar Ary.
Ary mengatakan, terdapat lima agility yang harus dimiliki para peserta didik saat ini. Pertama, change agility, di mana peserta didik harus mampu menghadapi perubahan termasuk tekanan saat pandemi yang sedang dialami. Kedua, mental agility yaitu mental peserta didik yang tahan banting. Ketiga, people agility yaitu kemampuan untuk bernegosiasi dengan orang yang datang dengan berbagai sudut cara pandang dan berbagai kultur.
Keempat, learning agility, di mana hari ini belajar A, tiba-tiba ilmu yang diajari tidak bisa dimanfaatkan dan harus mau belajar lagi. Kelima, result agility yaitu memiliki kemampuan untuk memberikan hasil pada kondisi apapun. Ia pun menambahkan, terdapat tujuh aturan untuk menjadi pengusaha, yakni tetapkan tujuan dan jumlah, tetapkan yang bisa diberikan demi tujuan, tetapkan tanggal target, buat rencana, tulis semuanya, baca keras-keras, dan doa.
Ary berharap, para guru dan dosen pendidikan vokasi mempunyai ilmu coaching agar dapat mendidik dengan cara terbaik. “Guru harus berubah cara berpikir. Selain itu, orang tua juga harus dibekali ilmu coaching,” tambahnya.
Program Pendidikan Kecakapan Wirausaha (PKW)
Sebagai salah satu upaya melatih peserta didik untuk berwirausaha agar dapat membuka peluang kerja bagi masyarakat lainnya, Kemendikbudristek telah meluncurkan program Pendidikan Kecakapan Wirausaha (PKW). Pada 2020 lalu, program PKW sudah diselenggarakan pada 915 lembaga dengan jumlah peserta 16.676 orang.
Dirjen Wikan mengatakan, program PKW bukan sekadar mengejar kuantitas, namun harus turut meningkatkan kualitas lulusannya. “Program PKW merupakan misi Ditjen Pendidikan Vokasi untuk benar-benar menciptakan SDM yang kompeten, serta mendorong pengurangan pengangguran dan kemiskinan,” ujarnya.
Melalui program PKW ini, Wikan berharap akan lahir lapangan pekerjaan baru yang dapat menampung SDM lebih banyak. “Akan tetapi, guna mencapai tujuan tersebut perlu bersinergi dalam menjawab tantangan zaman. Tidak hanya pemerintah, tapi seluruh pemangku kepentingan perlu dilibatkan,” tuturnya.
Wikan menuturkan kunci kewirausahaan adalah soft skills dan karakter yang mencakup kreativitas dan inovasi dengan terus membuat perubahan yang memanfaatkan teknologi digital. “Inilah skills yang harus dimiliki oleh peserta PKW sepanjang hayat,” jelasnya.
Sementara itu, Direktur Kursus dan Pelatihan, Wartanto mengatakan program PKW telah bekerja sama dengan Kementerian Koperasi dan UMK, serta platform digital. “Selain bekerja sama dengan UMKM, perbankan, dan platform digital, pelaksanaan PKW juga dibimbing oleh dinas kabupaten/kota maupun dinas lainnya agar berjalan baik,” jelasnya.
Di samping itu, kata Wartanto, peran industri dalam penyelenggaraan PKW ini juga sangat diperlukan dalam melakukan penyelarasan kurikulum agar pembelajaran yang berlangsung dapat tepat sasaran, serta strategi yang dilakukan dapat melahirkan wirausaha muda berbakat yang dapat membuka lapangan pekerjaan.
“Apabila lulusan ini membuat sebuah bisnis dan usaha kemudian berhasil, maka ini menjadi jawaban mereka membuka peluang kerja baru sehingga dapat mengurangi angka pengangguran,” ungkap Wartanto.{kemendikbud.go.id)