www.baubaupost.com

– Perambahan Sudah Dilakukan Masyarakat Sebelum Tahun 2012

Peliput: Amirul

BATAUGA, BP – Bupati Buton Selatan Agus Feisal Hidayat meninjau lokasi perambahan hutan di wilayah Buton Selatan yang berbatasan dengan Kelurahan Sorawolio, Kelurahan Bugi, Kota Baubau pada Sabtu (01/07).

Agus Feisal mengatakan, peninjauan langsung kelokasi perambahan hutan Buton Selatan yang berbatasan dengan Kelurahan Bugi itu merupakan langkah untuk memonitoring persoalan batas administrasi wilayah Busel.

Diketahui, kawasan hutan yang masuk wilayah Buton Selatan yang berbatasan dengan Kelurahan Bugi sudah dirambah oleh masyarakat Bugi, sehingga ada bibit konflik antara masyarakat Busel dan masyarakat Bugi, maka dianggap hal ini harus diselesaikan secara persuasif. Agus juga meminta kepada masyarakt Bugi, untuk tidak menambah lahan baru dikawasan Buton Selatan.

“Untuk masyarakat Kelurahan Bugi Kecamatan Sorawolio, agar tidak menambah lahan baru di kawasan Busel. Namun kita akan melakukan pendekatan persuasif dengan memberikan pemahaman, karena disatu sisi kita juga ingin memberikan perlindungan kepada seluruh hajat hidup masyarakat, apalagi yang berkaitan dengan masyarakat kecil. Saya hadir hanya untuk bagaimana seluruh hajat hidup masyarakat (Bugi) ini, sekalipun berada di wilayah administratif saya, saya ingin ini bisa terkoordinir dengan baik,” tutur Agus Feisal.

Dikatakan, pemerintah hadir ditengah-tengah masyarakat sebagai penengah, dengan harapan tidak akan terjadi konflik sosial yang timbul akibat dari persoalan tapal batas.

“Saya kira ini menjadi kewajiban saya sebagai kepala daerah Kabupaten Busel, yang memang sampai hari ini juga kami masih dalam tahap proses penyelesaian batas wilayah antara Kota Baubau dan Kabupaten Busel,” katanya.

Dilanjutkan, dari hasil monitoring dilapangan, perlu melibatkan koordinasi antar pemerintah dan TNI/POLRI, juga pemerintah provinsi dengan harapan persoalan tapal batas wilayah serta perambahan hutan ini segera tuntas, mengingat dalam penyusunan tata ruang wilayah, yang menjadi syarat utama adalah tapal batas, dalam artian sepanjang itu belum diselesaikan maka tata ruang wilayah Busel tidak akan bisa tertata secara menyeluruh.

“Karena menyangkut tata ruang wilayah ini, menyangkut seluruh aspek. Apakah menyangkut mengenai kawasan hutan mengenai fungsi kawasannya, lingkungannya, ekonominya dan lainnya, sehingga ini di atur secara menyeluruh.,” tukasnya.

Sementara KPHP Lakompa Rahmat mengatakan, dari hasil survei bersama Pemkab Busel, yang ditanam di wilayah Busel itu adalah lahan petani Bugi. Sebelum tahun 2012, masyarakat Bugi telah melakukan perambahan hutan itu yang kini telah masuk wilayah kawasan hutan Busel.

“Ada Jati, Sengon juga ada. Informasi yang saya dapat dilapangan mulai dikelola lahan seluas 350 sampai 400 hektar ini sejak tahun 2012. Sebelum 2012 itu masyarakat sini sudah melakukan perambahan hutan di kawasan Busel,” ucap Rahmat.

Dikatakannya, agar tidak terjadi miskomunikasi antar pemerintah daerah, provinsi dan pusat, diharapkan agar antar masyarakat yang mempunyai kepentingan didalamnnya duduk bersama dengan aturan yang sudah sepakati.

“Dalam hal ini, kalau memang ini kita sudah sepakati Hutan Negara, maka kita pakai aturan Negara. Kalau memang ini hutan adat harus ada prosedurnya lagi,” katanya.

Ditambahkan, kawasan hutan produksi merujuk pada Permenhut Nomor 83 Tahun 2016. Jadi memang antara 2012 ke tahun 2016 masih ilegal. Kata Rahmat, hanya kala itu masyarakat sempat di intervensi secara hukum, namun jumlah keterlibatan masyarakat sangat besar sehingga saat itu kepolisian meminta agar dicarikan cara yang lebih bijak tanpa memenjarakan masyarakat.

“Yang kita inginkan dengan kehadiran kita, tidak lagi menabrak aturan,” pungkasnya. (*)

Visited 1 times, 1 visit(s) today