KENDARI, BP – Bulan September 2019, Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) kembali merilis persentase penduduk miskin yang turun menjadi 299,97 Ribu orang atau sebesar 11,04 persen dari kondisi Maret 2019 yang sebesar 302,58 Ribu orang, dengan pengurangan jumlah penduduk sebesar 2,61 Ribu orang.
Penurunan Jumlah ini berdasarkan kajian metode Pendekatan Kebutuhan Dasar atau Basic Need Aproach, yang diliat sisi ekonomi melalui ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar, baik itu konsumsi makanan dan bukan makanan, yang diukur dari sisi pengeluaran perkapita perbulannya dan kebutuhan dasar Kilo Kalori setiap harinya pada kebutuhan tingkat makanan dan non makanan.
Kepala BPS Sultra Moh.Edy Mahmud.S.Si.MP, menjelaskan dari hasil survei tersebut terdapat 52 jenis komoditi dasar pengukuran Garis Kemiskinan Makanan (GKM), yang dinilai dari jumlah pengeluaran kebutuhan makanan dan minuman yang disetarakan dengan 2100 Kilo Kalori (KK) perhari, yang terdapat dalam kebutuhan pangan dan sandang diantaranya,Beras Ikan,dan sayur,serta beberapa kebutuhan pokok lainnya.
” Apa saja komoditi yang diukur didalamnya,yang dipakai untuk mengukur garis kemiskinan yang pertama adalah beras,beras itu mempunyai sumbangan yang cukup tinggi 23,24 diperkotaan dan 24,24 persen di perdesaan. Yang kedua rokok, 10 persen hampir sama dengan diperdesaan. Kemudian yang ketiga ada mie isntant di daerah perkotaan, ada telur ayam,” jelas edi dalam Konpressnya diruang Rapat BPS, kemarin(15/01).
Selain itu untuk pengukuran Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM), adalah terdapat kebutuhan minimun untuk Perumahan, Sandang, Pendidikan,dan Kesehatan. Paket kebutuhan ini utamanya mewakili 51 jenis komoditi untuk perkotaan dan 47 jenis komoditi untuk perdesaan.
“Sementara untuk daerah perdesaan komoditi makanannya utama beras kemudian yang kedua rokok kretek filter, ada kue basah, tonggol, tuna, cakalang artinya kita sebetulnya bisa membayangkan bahwa ternyata konsumsi rokok untuk masyarakat termasuk tinggi. Yang lainnya yang non makanan barangkali ada perumahan kemudian kebutuhan pendidikan yah, kemudianlistrik, BBM maka itu sebagai gambaran untuk menentukan busket komoditi garis kemiskinan itu apa saja,” terang Edy.
Ia juga menambahkan, beberapa faktor yang mempengaruhi perubahan kemiskinan di Sultra juga diukur dari jumlah rata-rata Upah Nominal Buruh Tani yang naik pada bulan agustus 2019, sebesar 39,29 persen jika dibandingkan Februari yang rata-ratanya sekitar 64 ribu menjadi 98 ribu, selain itu upah buruh konstruksi juga naik sebeesar 32,78 persen.
” Nah kemudian selama periode Maret sampai September 2019, rata-rata upah buruh naik itu sebesar 38,66 persen jadi rata-ratanya baik upah buruh tani dan upah buruh konstruksi rata-rata naik, jadi ini yang kemudian mempengaruhi dari persentase kemiskinan di Sulawesi Tenggara yang menurun,” ungkapnya.
PBS Sultra juga mencatat dari sisi pendapatan pada garis kemiskinan selama bulan Maret 2019 hinga bulan September 2019, garis kemiskinan tercatat naik sebesar 5,82 persen nilai kebutuhan ini tercatat sebesar RP.346,466 Perkapita perbulannya.
“ Jadi kalau ada rumah tangga misalnya, katakanlah ada satu rumah tangga didalam ada empat orang maka garis kemiskinan yang kita pake adalah RP.346.466 kali 4 (Empat),sekitar satu juta empat ratusan lah perbulan perkapita. Ini kalau kita hitung dari garis kemiskinan. Nah kalau rumah tangga yang pengeluarannya dibawah garis kemiskinan kita ketegorikan sebagai rumah tangga miskin,” terangnya.
Peliput : Risnawati