F01.1 Salah satu wilayah yang masuk izin tambang semenSalah satu wilayah yang masuk izin tambang semen. Insert: Anggota DPR RI, DR MZ Amirul Tamim, La Muhadi, Anggota DPRD Buton Selatan (Busel) Dapil Lapandewa

Peliput : Amirul – Editor : Hasrin Ilmi

BATAUGA, BP – Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) semen seluas 1700 hektar kepada PT. Limestone Delapan Dewa di wilayah Kecamatan Lapandewa yang dikeluarakan oleh Pememrintah Kabupaten Buton Selatan ditolak oleh masyarakat. Pemberian izin itu sesuai dengan surat yang dilayangkan Sekda Provinsi Sultra, Lukman Abunawas melalui Dinas ESDM Sultra kepada pemerintah Kabupaten Buton Selatan.

Langkah yang ditempuh oleh Pemkab Busel ini mendapat tanggapan dari anggota DPRD Buton Selatan, La Muhadi Dapil Lapandewa menyayangkan sikap pemerintah daerah yang terkesan diam-diam mengeluarkan izin pertambangan tanpa melibatkan masyarakat setempat.

“Dasarnya itu adalah surat Sekda provinsi sultra yang ditujuhkan kepada Bupati Busel dalam hal ini ditandatangi oleh sekda Busel mengirimkan ke provinsi tentang wilayah pertambangan di Busel. Dari izin wilayah tersebut, ternyata masyarakat setempat tidak mengetahui luas wilayah yang dimaksud,” kata La Muhadi saat ditemui di Gedung Lamaindo, beberapa waktu lalu.

Berdasarkan denah gambar perusahaan, luas lahan yang diganakan sebagai areal lokasi penambangan batu gamping untuk bahan baku semen di Kecamatan Lapandewa itu mencapai 1700 Hektar, Kata La Muhadi, luasan itu didalam termasuk lokasi kebun aktif warga dan beberapa situs budaya. Sehingga warga setempat menolak kehadiran tambang dilokasi tersebut.

“Setelah diperlihatkan denah gambarnya, ternyata luas lahan yang dibutuhkan itu sebesar 1700 hektar. Dengan luas seperti itu, warga lapandewa khususnya warga Burangasi, Burangasi rumbia itu melakukan rapat. Disitu dihadiri oleh muspika, ada camat, kades dan para tokoh masyarakat. Dan hasilnya, warga setempat menolak keberadaan tambang diwilayah tersebut,” tuturnya.

Legislator PKS itu melanjutkan, selain kebun aktif warga, wilayah pesisir pantai yang dijadikan tempat peristrahatan para nelayan jika musim ombak tiba akan tersingkirkan, karena masuk didalam luasan wilayah izin usaha pertambangan, sementara sumber kehidupan masyarakat setempat adalah bertani dan melaut.
“kemudian dilokasi yang sama ada situs-situs budaya yang harus dilestarikan, dimana ada tanjung pamali, lima benteng, dan pantai rampea yang diyakini sebagai tempat pendaratan pertama penyebar islam di Buton, Syek Abdul Wahid. Itu situs-situs sejarah dan situs-situs Budaya,” lanjutnya.

Dia mengaku telah menyerahkan dokemen hasil pertemuan warga yang menolak kehadiran tambang dilokasi tersebut kepada pemerintah Busel untuk kemudian diserahkan ke DPRD kemudian diteruskan ke pemerintah provinsi dalam hal ini dinas ESDM Provinsi Sultra. Sebab berdasarkan hasil konsultasi dewan, pencabutan izin pertambangan dapat dilakukan oleh pemerintah provinsi melaui rekomendasi pemerintah daerah.

“Namun Kita belum tahu apakah sudah dicabut atau belum izin tersebut oleh pemerintah. Yang pasti kami hanya memfasilitasi warga untuk menyampaikan hasil pertemuan mereka. Namun selanjutnya kembali ke kewenangan pemerintah daerah. Tetapikami akan mengkroscek kembali hasil rapat itu di pemerintah daerah seperti apa respon Pemda Busel,” katanya.

Dia menilai, berdasarkan konstitusi investasi pertambangan sah-sah saja di lakukan oleh daerah. Asal itu dilakukan sesuai dengan prosedur dan perundang-undangan. Artinya segala izin yang berkaitan dengan pembebasan lahan mestinya melaui kesepakatan para pemilik lahan. Namun yang terjadi saat ini, Wilayah Izin Usaha Pertambangan sudah dikeluarkan oleh pemerintah tanpa melalui sosialisasi terhadap warga setempat.
“Memang konflik tambang dimasyarakat itu belum terjadi. Namun perusahan tambang itu ingin masuk mempengaruhi warga dan mensosialisasikan diri juga. Tapikan masyarakat itu menginginkan dari awal proses perizinannya itu sudah ada pemberitahuan kepada masyarakat. Jangan nanti sudah ada izinnya baru mau sosialisasikan. Inikan terkesan diam-diam. Pemerintah daerah juga tidak pernah mensosialisasikan kepada masyarakat. Harusnya komponen masyarakat ini dilibatkan juga saat proses pembuatan izinnya” ungkapnya.

Dalam sejarah panjang bangsa, lanjutnya, sebelum indonesia merdeka tanah ulayat di Lapandewa sudah ada. Bahkan dalam era pemerintahan moderen ini, kedudukan lembaga adat diakui oleh konstitusi bangasa indonesia.
“Kalau diberitahu atau di sosialisasikan dari awalkan enak kita atur, tambangan dan perkebunan termasuk situs-situs budaya itu bisa kita batasi. Ini masalahnya satu kali digaris dan digambar langsung diserahkan ke pemerintah provinsi. Masyarakat itu marah, dan mereka menyampaikan kepada saya. Terus saya pertemukan dengan Pj Bupati. Hasilnya kita menunggu pemerintah daerah untuk merespon itu. Dalam surat itu mendesak Pemda Busel bersurat kepada pemerintah provinsi untuk mencabut semua izin penambangan tersebut. Karena disana itu belum kita bicara dampak lingkungan. Belum kita bicara potensi perikanan yang melimpah di Busel termasuk tambang itu,” lanjutnya.

Sementara itu, Asisten II Sekretaris Daerah Busel, Ibrahim mengatakan kehadiran pabrik Semen tersebut akan membuat Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) terminal khusus sebagai sarana pendukung suplay listriknya dan bakal membuat fasilitas pendukung lainnya pada dua desa. Sementara memiliki Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) Mineral bukan Logam kepada PT Limestone Delapan Dewa dan PT Buton Semen Utama sebagai perusahaan pengolah Batu Gamping tersebut menjadi semen.
“Tentu potensi sumber daya alam tersebut untuk perkembangan ekonomi daerah Busel,” ucap Ibrahim saat ditemui beberapa waktu lalu.

Kata dia, masyarakat Lapandewa akan mendapatkan kesejahteraan, pasalnya perusahaan memiliki kewajiban untuk membantu masyarakat desa Burangasi dan Rumbia dalam bentuk Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan dalam bentuk bantuan seperti bantuan pendidikan, kesehatan dan ekonomi.
“Masyarakat Lapandewa nanti akan mendapatkan bantuan pendidikan seperti beasiswa, membuka lapangan pekerjaan, kesehatan warga, “pungkasnya.

Sebelumnya, Menteri kelautan dan perikanan, Susi Puji Astuti telah mewanti-wanti Pemda Busel menolak kehadiran tambang di Buton Selatan. Pasalnya ekspoitasi tambang itu hanya akan merugikan masyarakat tindak menutup kemungkinan berdampak pada llingkungan perairan, apalagi wilayah Busel ada wilayah kepulauan.

Begitu pula anggota DPR RI Dr Mz Amirul Tamim MSi saat memberikan tanggapan dalam Musrembang Kabupaten beberapa waktu lalu, Ia mengatakan wilayah Lapandewa khususnya padang kuku dan bukit teletabis merupakan salah satu Ikon pariwisata Buton Selatan yang tidak dimiliki oleh daerah lain. Jika dikeruk maka akan memusnahkan ikon tersebut. “Saya sangat menyanyangkan sikap Pemkab Busel soal tambang di Lapandewa, dan terlalu terburu-buru tanpa melihat aspek lain,” ucapnya.

Praktisi didalam bidang tata kota, Amirul Tamim, menyarankan lokasi tersebut tidak cocok sebagai daerah terbangun, pasalnya jika menjadikan sebagai wilayah terbangun maka akan mematikan wilayah-wilayah dipesisir
“Jangan dijadikan wilayah terbangun, biarkan sebagai seperti itu, sebagai obyek wisata lokal, jika dijadikan sebagai wilayah terbangun maka akan mematikan ekonomi wilayah pesisir,” pungkasnya.(*)

Visited 1 times, 1 visit(s) today