PASARWAJO, BP – Pada ritual pesta adat Foobula di Desa Wambulu, Kecamatan Kapontori, Kabupaten Buton. Bupati Buton La Bakry menyerukan agar masyarakat selalu melestarikan budaya.
Bupati Buton La Bakry mengajak seluruh masyarakat untuk selalu memelihara budaya Buton. Ia juga menegaskan pentingnya menjaga suasana silaturahim.
Menurutnya kedamaian itu sangat mahal, karena kerusuhan hanya akan menimbulkan ketakutan dan ancaman. Dialog dan musyawarah merupakan acuan untuk menciptakan suasana damai sebagai tensi peradaban.
“Olehnya itu, mari kita pelihara budaya kita,” katanya dalam sambutannya diritual adat yang digelar di Balai Desa Wambulu.
Kata La Bakry, kesantunan leluhur dalam melaksanakan roda pemerintahan dan kehidupan bermasyarakat demi kelangsungan pembangunan di Buton patut dicontoh, karena itu mengimplementasikan pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. “Makanya itu acara budaya harus diletarikan,” ajaknya.
Ia menambahakan hal itu sejalan dengan visi misi Pemerintah Kabupaten Buton dengan menjadikan Buton sebagai Kawasan bisnis dan budaya terdepan.
Dikesempatan yang sama, Kapolres Buton AKBP Agung Ramos Paretongan Sinaga mengimbau masyarakat selalu utamakan kondusifitas. Masyarakat dalam pelaksanaan puncak pesta adat tersebut harus berlangsung dengan aman dan damai.
“Ritual pesta adat biasanya dirangkaian dengan keramaian pada malam harinya. Untuk itu masyarakat kiranya dapat menjaga keamanan sehingga suasana tetap kondusif,” imbau Sinaga.
Ia menuturkan, Kecamatan Kapontori yang terdiri dari 15 Desa dan 2 Kelurahan, tidaklah mungkin aparat dapat menjaga keamanan secara maksimal, tanpa bantuan masyarakat.
“Makanya itu, kami juga meminta para tokoh adat, tokoh masyarakat dan pemuda untuk sama-sama menciptakan suasana yang kondusif agar kedamaian selalu tercipta dimasyarakat,” tuturnya.
Hal senada disampaikan Dandim 1413 Buton Letkol Inf Arif Kurniawan dalam mengajak masyarakat menjaga kondusifitas. Karena TNI Polri sangat mendukung pelaksaan acara budaya semacam ini.
“Pelaksanaan ritual adat merupakan tolak ukur untuk pelaksanaan ritual selanjutnya. Suasana yang aman dan kondusif itu tergantung dari masyarakat,” katanya.
Makanya itu, pihaknya menghimbau masyarakat untuk menciptakan suasana yang harmonis dan kondusif.
Untuk diketahui, Ritual Pesta Adat Foobula secara turun temurun telah dilaksanakan oleh masyarakat Wambulu yang termasuk Kadie Watumotobe sejak tahun 1593, masyarakat setempat ritual biasa menyebutnya Bongkana Khopo yang bermakna acara pembukaan lahan dan penyerahan bibit jagung dan padi oleh Syara (Perangkat adat) kepada penghulu masjid atau perangkat mesjid untuk di Khopo. Ditandai dengan bunyi gendang dan gong disertai dengan tari mangaru, Silat, Linda, Pajoge dan Ngibi, Bongkana Khopo dilangsungkan selama 4 hari.
Ritual ini bermula sejak kemarau panjang melanda Kesultanan Buton. Saat itu Sultannya Lasangaji atau Sultan Makengkuna memerintah dari tahun 1566 sampai 1570. Pada masa itu, Kesultanan Buton, air sulit didapat, terlebih lagi bahan makanan. Konon masyarakat ada yang menjadikan tanah tertentu sebagai bahan makanan.
Hingga akhirnya, para pembesar kesultanan berkumpul dan bermusyawarah untuk menyatukan hati dan memohon kepada Allah SWT semoga musim kemarau itu dapat berakhir dengan turunnya hujan.
Berdasarkan hasil musyawarah dan penerawangan para pembesar Kesultanan, memutuskan untuk mengakhiri musim kemarau itu diserahkan pada syara Watumotobe dan Poo Bula lah yang akan memimpin ritual meminta hujan tersebut.
Setelah melaksanakan ritual memohon hujan, dengan izin Allah SWT, hujan pun turun dengan lebatnya. Masyarakat mulai menanam. Dengan melimpahnya hasil panen, masyarakat Watumotobe melaksanakan ritual Bonghkana Khopo atau bagi masyarakat Watumotobe atau Foobula.
Peliput : Asmaddin